JAKARTA - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) memulai babak baru dalam upaya restrukturisasi dan efisiensi portofolio Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu program andalan yang menjadi sorotan publik adalah konsolidasi bisnis BUMN lintas sektor, yang akan digarap secara intensif hingga penghujung 2025.
Program besar ini dipresentasikan secara resmi oleh Chief Operating Officer Danantara Indonesia sekaligus Direktur Utama PT Danantara Asset Management (Persero), Dony Oskaria, dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR.
Dalam forum tersebut, Dony menyampaikan bahwa strategi ini bukan sekadar restrukturisasi, melainkan bagian dari proses menyeluruh yang juga mencakup pengembangan dan penataan ulang arah bisnis. Program tersebut diharapkan menjadi tulang punggung dalam upaya menjadikan BUMN sebagai kelompok usaha yang lebih efisien, terarah, dan siap bersaing di tingkat global.
Sembilan Sektor Jadi Fokus Konsolidasi
Dalam pemaparannya di kompleks parlemen Senayan, Dony menguraikan bahwa program konsolidasi menyasar sembilan sektor strategis yang dikelola oleh berbagai entitas BUMN. Sektor tersebut meliputi bisnis karya (konstruksi), pupuk, rumah sakit, hotel, industri gula, hilirisasi minyak, asuransi, manajemen aset, serta kawasan industri.
Dony menyebutkan bahwa pendekatan konsolidasi akan digerakkan melalui pengelompokan tiga klaster utama dalam tubuh Danantara, yakni klaster restrukturisasi, konsolidasi, dan pengembangan. Klaster-klaster tersebut akan berjalan paralel, namun dengan prinsip-prinsip tata kelola yang diperketat.
“Program kerja kami sangat erat kaitannya dengan streamlining dan konsolidasi bisnis,” ujar Dony. Ia menekankan pentingnya efisiensi dan fokus dalam operasionalisasi BUMN, agar tidak terjebak dalam kompleksitas bisnis yang tidak produktif.
Rencana Merger untuk Perusahaan Karya
Sejalan dengan semangat konsolidasi, Danantara juga menaruh perhatian khusus pada sektor konstruksi yang selama ini diisi oleh BUMN Karya. Dony memastikan bahwa proses penggabungan atau merger perusahaan-perusahaan konstruksi milik negara akan dilanjutkan pada paruh kedua tahun ini.
Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi rasionalisasi jumlah BUMN Karya, dengan target akhir hanya menyisakan tiga perusahaan induk yang berfokus pada kontraktor inti. “Skemanya tentu akan multi, di antaranya salah satu yang pasti ada mergernya pasti. Jadi, pengurangan daripada jumlah BUMN Karya sedang kami kaji,” ungkap Dony.
Ia menambahkan bahwa anak-anak perusahaan yang tidak berkaitan langsung dengan bisnis inti akan dikelompokkan dan tidak lagi berada dalam struktur operasional utama. Selama ini, anak usaha tersebut dinilai kerap menjadi salah satu penyebab munculnya masalah dalam pengelolaan perusahaan karya.
Perusahaan-perusahaan yang saat ini berada di bawah payung Danantara meliputi PT Hutama Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Amarta Karya (Persero).
Komitmen terhadap Tata Kelola yang Transparan
Untuk menjamin keberhasilan agenda konsolidasi besar-besaran ini, Danantara juga menempatkan aspek tata kelola sebagai pilar utama. Menurut Dony, aspek-aspek seperti manajemen sumber daya manusia, keuangan, pengelolaan risiko, hingga kepatuhan hukum dan legalitas akan menjadi perhatian utama dalam seluruh tahap pelaksanaan program.
Pendekatan ini menegaskan bahwa Danantara tidak hanya memikirkan efisiensi finansial semata, tetapi juga ingin memastikan bahwa proses transformasi berjalan sesuai prinsip good corporate governance.
Dengan penataan kelembagaan dan sumber daya manusia yang lebih ramping, serta penghapusan unit-unit usaha yang tidak produktif, BUMN ke depan diharapkan dapat tampil sebagai entitas bisnis yang lebih siap menghadapi tantangan global.
DPR Tekankan Hindari Repetisi Konglomerasi Gagal
Di sisi lain, Komisi VI DPR RI memberikan catatan penting dalam proses konsolidasi ini. Anggota Komisi VI, Ahmad Labib, meminta Danantara untuk menghindari pola lama yang pernah diterapkan dalam format konglomerasi BUMN. Menurutnya, model konglomerasi justru menjadi biang keladi inefisiensi dalam perjalanan BUMN di masa lalu.
Labib menegaskan bahwa banyak anak perusahaan BUMN dahulu dibentuk bukan karena kebutuhan bisnis yang jelas, melainkan akibat ekspansi yang tidak terukur. “Tolong dalam proses konsolidasi dan transformasi BUMN, Danantara menghindari betul model konglomerasi yang justru meningkatkan inefisiensi,” katanya dalam rapat dengan Danantara.
Menurutnya, anak-anak usaha yang lahir dari semangat konglomerasi seringkali menjadi sumber kebocoran dan tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap kinerja induk perusahaan. Labib berharap Danantara dapat belajar dari pengalaman tersebut dan lebih selektif dalam merancang struktur baru.