Kemudahan SPT 2025: Sanksi Pajak Dihapus dan Solusi Coretax dari DJP

Minggu, 02 Maret 2025 | 13:00:44 WIB
Kemudahan SPT 2025: Sanksi Pajak Dihapus dan Solusi Coretax dari DJP

JAKARTA - Sejak awal tahun 2025, para wajib pajak di Indonesia dapat mulai melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), khususnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Selama bertahun-tahun, periode pelaporan dimulai dari 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya, dan 2025 tidak terkecuali. Namun, ada kebijakan baru yang memberikan kemudahan bagi masyarakat terkait implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pada 27 Februari 2025, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menandatangani Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025, yang menghapuskan sanksi administratif terkait keterlambatan pembayaran dan pelaporan SPT. "Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Dalam hal STP telah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara jabatan," tertera dalam Keterangan Tertulis Ditjen Pajak KT-10/2025.

Kebijakan ini mencakup berbagai bentuk pajak, mulai dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25 hingga Pasal 26. Kesemua pasal tersebut tidak lagi dikenai sanksi apabila pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo tetapi sebelum periode yang telah ditentukan dalam keputusan tersebut. Sebagai contoh, untuk PPh Pasal 4 ayat (2) yang berkaitan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghapusan sanksi berlaku untuk periode Pajak Desember 2024 hingga Januari dan Februari 2025, yang disetor setelah jatuh tempo.

Selain itu, untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), penghapusan sanksi juga berlaku untuk periode yang sama, dengan catatan pelaporan dilakukan sebelum 10 Maret 2025 untuk masa pajak Januari 2025. Kebijakan ini memberikan angin segar di tengah kesulitan yan dialami beberapa wajib pajak dalam menyesuaikan diri dengan sistem Coretax.

Kemudahan ini tidak hanya berlaku untuk pembayaran pajak, tetapi juga untuk pelaporan SPT yang terlambat. Misalnya, untuk SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 masa pajak Januari 2025 yang terlambat disampaikan, tidak akan dikenai sanksi asalkan disampaikan sebelum 28 Februari 2025. Demikian juga untuk pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) terkait pengalihan hak atas tanah dan bangunan untuk masa pajak Desember 2024 sampai Maret 2025, dengan batas waktu laporan yang seragam mengikuti keputusan Ditjen Pajak.

Di samping itu, SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari 2025 yang belum dilaporkan hingga lewat jatuh tempo masih diterima hingga 10 Maret 2025, dan seterusnya disesuaikan berdasarkan bulan pajak yang bersangkutan hingga April dan Mei 2025.

Penerapan sistem Coretax oleh Ditjen Pajak diharapkan bisa memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Namun, bagi beberapa wajib pajak, transisi ini mungkin terasa sulit, terutama bagi mereka yang belum terbiasa dengan pemanfaatan teknologi digital dalam pengurusan pajak. Sistem Coretax sendiri memiliki sejumlah keunggulan dalam hal kemudahan akses serta integrasi data, yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pelaporan pajak nasional.

Sebagai bagian dari penerapan kebijakan ini, DJP membuka berbagai saluran bantu untuk memfasilitasi transisi wajib pajak ke sistem Coretax. Dengan harapan, kebijakan ini semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta meminimalisasi kesalahan akibat keterlambatan teknis dalam proses pelaporan dan pembayaran. Kebijakan ini sekaligus menjadi insentif bagi wajib pajak untuk segera menyesuaikan diri dengan sistem baru, mengingat dampak positifnya terhadap pengelolaan pajak secara digital dan efisien.

Dalam pelaksanaannya, Ditjen Pajak berharap bisa membangun ekosistem perpajakan yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, sehingga proses pelaporan dan pembayaran pajak bisa dilakukan lebih mudah, cepat, dan akurat. Pelbagai upaya sosialisasi dan edukasi tentang Coretax juga terus digalakkan agar semakin banyak wajib pajak yang dapat berpartisipasi dan memanfaatkan sistem ini secara optimal.

Kebijakan penghapusan sanksi administratif ini menempatkan DJP pada jalur progresif menuju sistem perpajakan yang lebih inovatif dan inklusif. Bagi wajib pajak, ini adalah momen untuk meningkatkan kualitas pelaporan, menghindari sanksi akibat keterlambatan, dan beradaptasi dengan sistem perpajakan berbasis teknologi digital yang memang menjadi tonggak masa depan perpajakan Indonesia.

Terkini

Spinjam Cair Berapa Lama? Simak Penjelasan Ini!

Senin, 22 September 2025 | 23:32:15 WIB

Hukum Zakat Emas Perhiasan dan Cara Menghitungnya

Senin, 22 September 2025 | 23:32:11 WIB

Simulasi KPR BTN Terbaru, Berdasarkan Harga dan Tenor Rumah

Senin, 22 September 2025 | 23:32:09 WIB

7 Rekomendasi Harga Tv Led 32 Inch Terbaik di Indonesia 2025

Senin, 22 September 2025 | 23:32:07 WIB