JAKARTA - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus menunjukkan kemajuan signifikan. Hingga April 2025, proyek yang menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mendorong transisi menuju energi bersih ini telah mencapai progres fisik sebesar 79,57 persen. Capaian tersebut meliputi penyelesaian konstruksi empat wellpad yakni A, B, C, dan D, pembangunan area laydown untuk penempatan material dan peralatan, serta pengaspalan jalan akses sejauh 3 kilometer dari total 7 kilometer yang direncanakan.
PLTP Mataloko dibangun di atas lahan seluas 12,9 hektare yang terletak dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) seluas 996,2 hektare. Proyek ini menggunakan jalur eksisting untuk akses jalan tanpa menggusur lahan produktif milik warga. Proses pengadaan lahan pun telah diselesaikan oleh Kantor ATR/BPN Ngada sejak tahun 2021 hingga 2022. Dengan pendekatan partisipatif, PT PLN (Persero) juga telah melaksanakan proses Free, Prior and Informed Consent (FPIC) di lima desa sekitar proyek sebagai bentuk komitmen terhadap penerimaan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam audiensi bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur yang berlangsung pada 28 April 2025, Dosen Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Pri Utami, memberikan penjelasan mendalam terkait fenomena alam yang terjadi di sekitar wilayah proyek. Menurutnya, keberadaan fumarol dan manifestasi panas bumi seperti asap atau uap adalah gejala yang alami dan sudah berlangsung jauh sebelum proyek pengembangan dilakukan. “Seperti di Kawah Sikidang, Dieng, manifestasi itu berpindah-pindah bahkan sejak sebelum adanya kegiatan pengeboran. Ini sudah terjadi bahkan sebelum kita lahir,” ujar Pri Utami, menekankan bahwa fenomena tersebut merupakan aktivitas geotermal bawah permukaan bumi yang wajar dan tidak serta-merta disebabkan oleh pengembangan PLTP.
Penjelasan dari pakar geologi tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Osta Melanno, Manager UPP Nusra 2, yang menjelaskan bahwa proyek PLTP Mataloko saat ini masih berada pada tahap awal pengembangan infrastruktur dasar dan belum memasuki fase pengeboran sumur panas bumi. “Saat ini kami masih fokus pada pembangunan infrastruktur dasar sebagai tahap awal pengembangan, dan belum memasuki fase pengeboran,” ungkap Osta, untuk menepis kekhawatiran masyarakat yang mengaitkan gejala alam tersebut dengan proyek.
Lebih lanjut, PT PLN (Persero) menunjukkan komitmennya terhadap pengembangan energi baru terbarukan yang berkelanjutan serta ramah lingkungan. Proyek ini bukan hanya berkontribusi pada pasokan listrik yang andal dan bersih, tetapi juga memberikan dampak ekonomi langsung kepada masyarakat setempat. Dari total 315 tenaga kerja yang terlibat dalam pembangunan PLTP Mataloko, sekitar 80 persen merupakan warga lokal. Hal ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa pengembangan energi geothermal mampu membuka peluang kerja dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
General Manager PT PLN (Persero) UIP Nusra, Yasir, menegaskan kesiapan PLN dalam menjalin sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Tim Satuan Tugas Geothermal yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi NTT. Ia menyampaikan komitmen PLN dalam mendukung visi menjadikan Pulau Flores sebagai pulau mandiri energi berbasis panas bumi. “Kami siap melakukan survei lapangan bersama Tim Satgas. Harapannya, upaya bersama ini dapat mewujudkan cita-cita besar Flores sebagai pulau mandiri energi berbasis sumber daya panas bumi,” kata Yasir.
Tak hanya fokus pada pembangunan fisik dan operasional proyek, PLN juga aktif dalam melaksanakan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di wilayah Mataloko. Program-program yang telah dijalankan meliputi layanan pengobatan gratis bagi masyarakat, bantuan alat kesehatan, perbaikan fasilitas pendidikan, hingga pelatihan dan pendampingan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lokal. Program TJSL ini menjadi bagian dari strategi PLN untuk menciptakan transformasi ketenagalistrikan yang inklusif dan berpihak kepada masyarakat.
PLTP Mataloko menjadi bagian dari upaya besar PLN dalam mempercepat transisi energi dari bahan bakar fosil menuju sumber energi baru terbarukan. Proyek ini juga mendukung target pemerintah untuk menurunkan emisi karbon serta meningkatkan bauran energi terbarukan nasional, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement. Melalui proyek-proyek strategis seperti PLTP Mataloko, PLN berupaya menjadi penggerak utama transformasi sektor kelistrikan nasional yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Sebagai wilayah dengan potensi panas bumi tinggi, Nusa Tenggara Timur memiliki peluang besar untuk menjadi lumbung energi geothermal di masa depan. Flores khususnya, telah ditetapkan sebagai Pulau Geothermal oleh pemerintah, dengan cadangan sumber daya panas bumi yang sangat potensial untuk dikembangkan. Dengan pendekatan ilmiah, keterlibatan masyarakat, serta sinergi antara pemerintah daerah, PLN, dan akademisi, proyek PLTP Mataloko diharapkan dapat menjadi model pengembangan energi panas bumi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat luas bagi masyarakat.
Pernyataan Dr. Pri Utami dan jajaran PLN menegaskan pentingnya penyampaian informasi berbasis sains kepada publik guna menghindari kesalahpahaman yang kerap terjadi dalam proses pembangunan infrastruktur energi. Edukasi terhadap masyarakat terkait fenomena geotermal serta transparansi proses pengembangan proyek menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan proyek yang berkelanjutan secara sosial maupun ekologis.
Dengan progres yang terus berjalan dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, PLTP Mataloko tak hanya menjadi proyek energi bersih, tetapi juga simbol transformasi menuju kemandirian energi di Indonesia Timur. Seiring dengan semakin kuatnya dukungan masyarakat, PLN optimistis bahwa proyek ini akan membawa dampak positif jangka panjang bagi ketahanan energi nasional sekaligus kesejahteraan masyarakat lokal.