JAKARTA - Meski produksi batu bara Indonesia baru mencapai 509 juta ton hingga September 2025, peran sektor ini tetap tak tergantikan dalam menopang penerimaan negara. Batu bara bukan hanya sumber energi utama, melainkan juga penyumbang terbesar bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak.
Kontribusi tersebut bahkan mencapai lebih dari Rp250 triliun per tahun, menjadikannya salah satu industri paling strategis dalam struktur ekonomi nasional. Namun, di balik angka besar itu, pemerintah menghadapi dilema untuk menyeimbangkan antara kebutuhan energi saat ini dan target jangka panjang transisi menuju energi bersih.
Kontribusi Ekonomi Melalui PNBP dan Pajak
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, memaparkan bahwa realisasi produksi batu bara hingga September 2025 sudah mencapai 68% dari target nasional tahun ini yang sebesar 739 juta ton.
“Produksi saat ini kita targetkan 739 juta ton dan saat ini sudah 509 juta ton atau 68% dari total target 2025,” ujar Tri dalam forum CT Asia 2025 di Intercontinental Hotel, Jimbaran, Bali.
Tri menegaskan, sektor batu bara menyumbang sekitar 70% dari total penerimaan negara di subsektor minerba. Pada 2024, PNBP minerba tercatat Rp143 triliun, sementara target 2025 ditetapkan Rp123 triliun. Jika ditotal dengan kontribusi pajak, peran industri batu bara bisa mencapai Rp250 triliun.
“Dibanding industri lain, ini cukup tinggi. Peran industri batu bara pada penerimaan negara plus pajak dan lain-lain mungkin sekitar di atas Rp250 triliun,” katanya.
Sumber Daya Melimpah dan Jumlah Perusahaan
Indonesia saat ini memiliki sumber daya batu bara yang sangat besar, mencapai 31,9 miliar ton. Jumlah perusahaan tambang yang beroperasi pun mencapai 959 perusahaan, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perusahaan tambang batu bara terbanyak di dunia.
Besarnya potensi tersebut membuat batu bara tetap menjadi andalan dalam pasokan energi nasional. Namun, ketergantungan yang tinggi pada batu bara juga menjadi tantangan tersendiri di era transisi energi.
Pemerintah perlu memastikan agar keberlimpahan sumber daya ini tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek, tetapi juga diarahkan untuk mendukung keberlanjutan energi di masa depan.
Transisi Energi dan Target NZE 2060
Tri Winarno menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjadikan pengembangan batu bara semakin ramah lingkungan. Komitmen ini sejalan dengan target Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
“Peran batu bara di Indonesia di samping sebagai salah satu sumber energi, tetapi juga kita upayakan menuju ke transisi tahun 2060. Batu bara harus semakin bersih dibanding kondisi saat ini,” ungkap Tri.
Langkah menuju batu bara bersih meliputi pemanfaatan teknologi baru, seperti gasifikasi, pemanfaatan batubara cair (DME), serta penerapan standar lingkungan yang lebih ketat. Upaya ini diharapkan dapat menekan emisi, meskipun konsumsi domestik batu bara masih tinggi.
Konsumsi Domestik Masih Mendominasi
Meski pemerintah mendorong diversifikasi energi, konsumsi batu bara di dalam negeri masih sangat besar. Saat ini, serapan domestik diperkirakan mencapai sekitar 300 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, porsi terbesar digunakan untuk memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sementara itu, sektor industri lain seperti kertas, semen, dan tekstil mengambil porsi yang lebih kecil.
Ketergantungan ini membuat batu bara tetap menjadi tulang punggung energi Indonesia. Namun, kondisi tersebut juga menimbulkan dilema bagi pemerintah yang harus menyeimbangkan antara ketahanan energi dan komitmen lingkungan global.
Tantangan Industri Batu Bara ke Depan
Meskipun kontribusi terhadap negara sangat besar, industri batu bara tidak lepas dari tekanan. Fluktuasi harga global, biaya produksi yang meningkat, hingga tuntutan pengurangan emisi menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh perusahaan tambang.
Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk memastikan agar kebijakan transisi energi tidak mengganggu stabilitas pasokan energi domestik. Dengan konsumsi domestik yang masih didominasi batu bara, langkah diversifikasi energi perlu dijalankan secara bertahap dan realistis.
Pemerintah juga perlu menjaga keseimbangan antara menjaga kontribusi ekonomi batu bara dan mendorong investasi di energi baru terbarukan. Hal ini penting agar target NZE 2060 dapat tercapai tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Outlook Batu Bara: Antara Realitas dan Harapan
Realisasi produksi 509 juta ton hingga September 2025 memberikan sinyal bahwa target tahunan sebesar 739 juta ton masih dalam jangkauan. Namun, pencapaian target bukanlah satu-satunya indikator penting.
Yang lebih krusial adalah bagaimana pemerintah dan pelaku industri mengelola sumber daya batu bara agar tetap memberikan kontribusi optimal bagi negara, sekaligus meminimalisir dampak lingkungan.
Ke depan, masa depan batu bara Indonesia akan sangat ditentukan oleh kemampuan beradaptasi dengan tren energi global. Selama batu bara masih menjadi sumber energi dominan, perannya terhadap ekonomi nasional tetap besar. Namun, arah transisi energi bersih tidak bisa ditunda, karena menjadi bagian dari komitmen global yang sudah disepakati.