Harga Minyak Dunia Berpotensi Jatuh hingga USD 50

Selasa, 23 September 2025 | 10:13:05 WIB
Harga Minyak Dunia Berpotensi Jatuh hingga USD 50

JAKARTA - Kelebihan pasokan kembali menjadi momok bagi pergerakan harga minyak dunia. Sentimen ini lebih dominan dibandingkan isu geopolitik yang tengah memanas di Rusia dan Timur Tengah, sehingga harga minyak berjangka terpantau mengalami pelemahan.

Meski ketegangan politik kerap memicu gejolak harga, kali ini pasar lebih cenderung menyoroti keseimbangan suplai dan permintaan. Sejumlah produsen utama, termasuk Irak dan Kuwait, meningkatkan kapasitas ekspor dan produksi sehingga memperkuat kekhawatiran oversupply.

Tekanan Pasokan dari Irak dan Kuwait

Harga minyak Brent untuk kontrak berjangka turun 11 sen atau 0,2% menjadi US$66,57 per barel pada Selasa, 23 September 2025. Sejak awal Agustus, pergerakan harga Brent relatif stabil di kisaran US$65,50–US$69 per barel.

Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat untuk kontrak Oktober yang berakhir Senin, 22 September 2025 ditutup melemah 4 sen atau 0,1% ke posisi US$62,64 per barel. Kontrak bulan kedua yang lebih aktif diperdagangkan turun 12 sen atau 0,2% menjadi US$62,28 per barel.

“Pelaku pasar kembali fokus pada potensi oversupply di pasar minyak global, kecuali AS dan Uni Eropa sepakat menerapkan tarif lebih keras terhadap negara yang membeli minyak mentah Rusia,” jelas Dennis Kissler, Senior Vice President Trading di BOK Financial.

Dari sisi pasokan, Irak sebagai produsen terbesar kedua dalam kelompok OPEC meningkatkan ekspor sesuai kesepakatan OPEC+. Perusahaan pemasaran minyak negara, SOMO, memperkirakan ekspor September 2025 mencapai 3,4 hingga 3,45 juta barel per hari (bph).

Tak hanya Irak, Kuwait juga mencatat lonjakan kapasitas produksi. Menteri Perminyakan Kuwait Tariq Al-Roumi menyebut, produksi minyak mentah negara itu kini mencapai 3,2 juta bph. Angka tersebut merupakan level tertinggi dalam lebih dari sepuluh tahun terakhir.

Pasar Saham Ikut Terpengaruh

Pelemahan harga minyak tidak hanya memberi dampak pada pasar energi, tetapi juga menular ke pasar keuangan. Bursa saham Amerika Serikat melemah seiring tekanan harga minyak dan ketidakpastian arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed).

Sejumlah pejabat The Fed meragukan perlunya pemangkasan suku bunga lanjutan. Pertimbangannya, inflasi masih berada di atas target 2%, sementara pasar tenaga kerja tetap menunjukkan ketahanan. Hal ini membuat investor menahan diri untuk masuk lebih dalam ke aset berisiko.

Ketegangan geopolitik di Rusia dan Timur Tengah, yang biasanya menjadi pemicu kenaikan harga, kali ini belum memberi dampak signifikan terhadap pasokan. Sentimen negatif lebih kuat datang dari sisi suplai yang terus meningkat.

Geopolitik Memanas, Pasar Tetap Tenang

Situasi politik global sejatinya masih bergolak. Beberapa negara Barat baru saja mengakui Palestina sebagai sebuah negara, yang memicu reaksi keras dari Israel dan sekutunya. Di Eropa, ketegangan juga meningkat akibat laporan pelanggaran wilayah udara Estonia oleh jet tempur Rusia.

Namun, meski eskalasi geopolitik cenderung memanas, dampaknya terhadap harga minyak relatif terbatas. Pasar menilai bahwa konflik tersebut belum secara langsung mengganggu rantai pasok minyak global.

Hal ini kontras dengan kondisi di masa lalu, ketika isu geopolitik sering kali menjadi faktor utama penggerak harga. Kali ini, pelaku pasar lebih fokus pada kondisi fundamental, terutama soal ketersediaan pasokan yang kian melimpah.

Prospek Harga Minyak ke Depan

Pada pekan sebelumnya, harga minyak Brent dan WTI sama-sama turun lebih dari 1%. Pelemahan tersebut sekaligus menandai tren penurunan tipis secara mingguan, tertekan oleh kombinasi melemahnya permintaan dan bertambahnya suplai dari produsen utama.

“Prospeknya adalah permintaan minyak global akan melemah dari kuartal III hingga kuartal I 2026, sementara produksi OPEC+ terus meningkat. Pertanyaannya, apakah China akan menimbun surplus pasokan atau harga minyak akan turun ke kisaran US$50. Kami memperkirakan opsi kedua lebih mungkin terjadi,” kata analis SEB.

Jika prediksi tersebut benar, maka harga minyak dunia berpotensi kembali menyentuh level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini tentu menjadi tantangan besar bagi negara-negara produsen yang sangat bergantung pada pendapatan minyak.

Rencana Ekspor Irak Melalui Jalur Kurdistan

Sebagai tambahan, Irak dilaporkan telah memberikan persetujuan awal untuk melanjutkan ekspor minyak melalui jalur pipa dari wilayah semi-otonom Kurdistan menuju Turki. Langkah ini berpotensi menambah suplai ke pasar global dalam jumlah signifikan.

Bila rencana tersebut terealisasi, kekhawatiran oversupply akan semakin besar. Pasar diperkirakan akan kembali tertekan, terlebih jika permintaan global masih belum menunjukkan tanda-tanda penguatan.

Harga Tertekan, Pasokan Jadi Kunci

Melemahnya harga minyak dunia pada September 2025 lebih banyak dipicu oleh faktor pasokan ketimbang geopolitik. Meski ketegangan politik internasional terus meningkat, pasar tetap menilai kondisi suplai dan permintaan sebagai faktor utama penentu harga.

Dengan kapasitas produksi Irak dan Kuwait yang meningkat, serta rencana tambahan ekspor melalui jalur Kurdistan, risiko oversupply sulit dihindari. Di sisi lain, permintaan global justru diperkirakan melemah hingga tahun depan.

Dalam kondisi tersebut, harga minyak berpotensi melanjutkan tren pelemahannya, bahkan bisa menuju kisaran US$50 per barel jika surplus pasokan tidak tertahan. Situasi ini memperlihatkan bahwa stabilitas harga minyak ke depan sepenuhnya bergantung pada keseimbangan antara produksi OPEC+ dan dinamika permintaan global.

Terkini

OJK Beri Izin, Kripto Inovasi Siap Perkuat Pasar Digital

Selasa, 23 September 2025 | 13:05:57 WIB

IPO Merdeka Gold Dorong Kapitalisasi Pasar Bursa Efek

Selasa, 23 September 2025 | 13:05:56 WIB

Emas Tembus Rp62 Juta, Didukung Pemangkasan Suku Bunga

Selasa, 23 September 2025 | 13:05:56 WIB

Menkeu Purbaya Siapkan Gebrakan Dorong Penerimaan Pajak

Selasa, 23 September 2025 | 13:05:55 WIB

SIDO Lakukan Buyback Saham, Tanda Optimisme Pasar

Selasa, 23 September 2025 | 13:05:54 WIB