JAKARTA - Langkah besar menuju masa depan energi hijau akan segera dimulai di Indonesia. Mulai tahun 2026, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik nasional tidak lagi mengandalkan bahan bakar fosil, melainkan akan bersumber dari energi terbarukan.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto saat berbicara di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, pada Selasa, 23 September 2025.
“Mulai tahun depan, sebagian besar kapasitas pembangkit listrik tambahan kami akan berasal dari energi terbarukan,” kata Prabowo dalam pidatonya di hadapan para pemimpin dunia.
Presiden juga menegaskan bahwa transformasi energi ini bukan sekadar wacana, melainkan bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang. Menurutnya, arah kebijakan pembangunan ke depan akan mengedepankan ketahanan energi, pangan, dan air.
“Tujuan kami jelas: mengentaskan seluruh warga negara dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia pusat solusi ketahanan pangan, energi, dan air,” lanjutnya.
Komitmen terhadap Paris Agreement dan Target Emisi Nol
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga menegaskan komitmen Indonesia untuk memenuhi kewajiban internasional dalam rangka mengatasi krisis iklim. Salah satunya adalah melalui pelaksanaan Paris Agreement 2015 yang ditandatangani Indonesia bersama banyak negara lainnya.
Ia menyatakan bahwa Indonesia tidak hanya menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2060, namun juga membuka kemungkinan untuk mencapainya lebih cepat dari target tersebut.
“Kami percaya Indonesia dapat mencapai target nol emisi jauh lebih awal,” ujar Prabowo dengan optimis.
Komitmen tersebut tak lepas dari meningkatnya urgensi penanganan perubahan iklim, yang dampaknya sudah mulai dirasakan secara nyata di berbagai wilayah Indonesia.
Perubahan Iklim Sudah Mengguncang Wilayah Pesisir
Salah satu dampak perubahan iklim yang paling terasa adalah naiknya permukaan air laut, terutama di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Prabowo menyebut, permukaan air laut di kawasan itu meningkat sekitar lima sentimeter setiap tahunnya.
Kondisi tersebut telah memaksa pemerintah untuk mengambil langkah nyata dalam bentuk pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang membentang sepanjang 480 kilometer.
Pembangunan tanggul ini diperkirakan akan memakan waktu hingga dua dekade. Namun bagi Indonesia, langkah tersebut menjadi keharusan mengingat statusnya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
“Oleh karena itu, kami memilih untuk menghadapi perubahan iklim, bukan dengan slogan, tetapi dengan langkah-langkah segera,” tegas Prabowo.
Proyek Kelistrikan Jangka Panjang Mulai Digagas
Transformasi energi tidak berhenti pada pernyataan saja. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui rencana kelistrikan nasional jangka menengah dan panjang melalui dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Dalam rencana tersebut, PT PLN (Persero) ditargetkan akan menambah kapasitas pembangkit hingga 69,5 gigawatt (GW) selama periode sembilan tahun mendatang. Menariknya, porsi terbesar dari tambahan kapasitas tersebut akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
Tercatat, sekitar 42,6 GW atau 61% dari total tambahan kapasitas akan berasal dari EBT, sementara pembangkit berbahan bakar fosil hanya menyumbang sekitar 16,6 GW atau 24%.
Sisa kapasitas akan dialokasikan untuk pengembangan fasilitas penyimpanan energi atau storage yang ditargetkan mencapai 10,3 GW.
Langkah ini menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam sektor ketenagalistrikan nasional, dari dominasi energi fosil menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Reboisasi dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Tak hanya fokus pada pengembangan energi terbarukan, Prabowo juga menyampaikan bahwa Indonesia tengah merancang langkah besar dalam pelestarian lingkungan. Salah satunya melalui reboisasi atau penghijauan kembali lahan-lahan yang telah mengalami degradasi.
Indonesia menargetkan untuk mereboisasi lebih dari 12 juta hektare lahan terdegradasi sebagai bagian dari strategi adaptasi perubahan iklim dan upaya menjaga keseimbangan ekosistem.
Selain itu, pemerintah juga berupaya menciptakan lapangan kerja hijau berkualitas yang dapat memberdayakan masyarakat lokal. Dengan demikian, transformasi lingkungan ini juga akan memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat.
Upaya ini disebut sebagai langkah simultan antara menjaga lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Indonesia dan Peran Global dalam Transisi Hijau
Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB bukan sekadar pernyataan nasional, tetapi juga sinyal bahwa Indonesia ingin mengambil peran penting dalam mendorong solusi global terhadap krisis iklim.
Sebagai negara kepulauan dengan keragaman hayati tinggi dan potensi energi hijau yang besar, Indonesia memiliki posisi strategis dalam peta transisi energi dunia.
Dengan langkah-langkah konkret seperti pengembangan pembangkit EBT, pembangunan tanggul laut, serta restorasi lahan, Indonesia ingin menunjukkan bahwa negara berkembang pun bisa menjadi motor perubahan iklim global.
Meskipun tantangan yang dihadapi tidak kecil, namun komitmen pemerintah, terutama dari pemimpin tertingginya, memberikan harapan bahwa arah pembangunan ke depan akan lebih ramah lingkungan, inklusif, dan berkelanjutan.