OJK Cabut Izin Usaha Crowde, Wajibkan 8 Langkah Penutupan Demi Lindungi Lender dan Borrower

Selasa, 11 November 2025 | 10:04:49 WIB
OJK Cabut Izin Usaha Crowde, Wajibkan 8 Langkah Penutupan Demi Lindungi Lender dan Borrower

JAKARTA - Langkah tegas kembali diambil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap industri keuangan digital. OJK secara resmi mencabut izin usaha PT Crowde Membangun Bangsa pada 6 November 2025, setelah serangkaian upaya penyehatan tidak membuahkan hasil.

Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-68/D.06/2025 dan diumumkan secara resmi pada Senin, 10 November 2025. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya otoritas dalam menjaga kredibilitas dan stabilitas industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menyebut pencabutan izin dilakukan karena Crowde melanggar ketentuan ekuitas minimum serta peraturan lain yang diatur dalam POJK Nomor 40/2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

Menurutnya, pelanggaran ini berimbas langsung terhadap kesehatan keuangan perusahaan dan kualitas layanan kepada masyarakat. "Memburuknya kinerja perusahaan yang berdampak pada operasional dan layanan kepada masyarakat juga menjadi alasan OJK cabut izin Crowde," jelas Ismail.

Alasan dan Proses Panjang Sebelum Izin Crowde Dicabut

Sebelum sampai pada keputusan pencabutan, OJK telah memberi waktu panjang kepada pengurus dan pemegang saham Crowde untuk memperbaiki kondisi perusahaan. Pihak regulator meminta agar Crowde memenuhi ketentuan ekuitas minimum, memperbaiki kinerja keuangan, dan memastikan hak-hak lender serta borrower terpenuhi.

Sejak pertengahan Mei 2025, OJK diketahui terus mendorong Crowde agar melakukan restrukturisasi dan penyehatan agar tetap bisa beroperasi. Namun, berbagai upaya tersebut gagal membuahkan hasil sesuai harapan.

Akibat tidak adanya perbaikan signifikan, OJK menjatuhkan sanksi administratif bertahap, mulai dari peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha (PKU), hingga akhirnya menyatakan Crowde tidak dapat disehatkan.

“Sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, pengurus dan pemegang saham tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena itu, Crowde dikenakan sanksi pencabutan izin usaha sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Ismail.

Keputusan tersebut menegaskan komitmen OJK untuk menjaga agar penyelenggara fintech di Indonesia tetap berintegritas, memiliki tata kelola yang baik, serta mampu melindungi kepentingan konsumen di tengah meningkatnya aktivitas pinjaman digital.

Delapan Kewajiban Crowde Setelah Izin Usaha Dicabut

Meski izin telah dicabut, OJK tetap mewajibkan Crowde untuk menyelesaikan berbagai kewajiban pasca-pencabutan. Ada delapan poin utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan guna memastikan perlindungan terhadap lender, borrower, serta karyawan dan masyarakat.

Pertama, Crowde diwajibkan menghentikan seluruh kegiatan usaha sebagai penyelenggara pinjaman daring, kecuali untuk pelaksanaan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku. Kedua, pemegang saham, pengurus, dan pegawai dilarang mengalihkan atau menggunakan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain.

Ketiga, perusahaan harus menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban kepada lender, borrower, serta pihak lain sesuai ketentuan perundang-undangan. Keempat, Crowde juga wajib memenuhi hak karyawan sebagaimana diatur dalam regulasi ketenagakerjaan.

Kelima, perusahaan harus memberikan informasi yang transparan dan jelas kepada seluruh pihak terkait mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban. Keenam, Crowde diwajibkan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat 30 hari kerja sejak izin dicabut untuk membentuk Tim Likuidasi dan menyusun neraca penutupan perusahaan.

Ketujuh, perusahaan perlu menunjuk Penanggung Jawab dan Gugus Tugas untuk melayani kebutuhan debitur dan masyarakat hingga Tim Likuidasi terbentuk. Penunjukan ini harus dilaporkan kepada OJK paling lambat lima hari kerja sejak pemberitahuan pencabutan izin.

Kedelapan, Crowde tetap harus melaksanakan seluruh kewajiban lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi masyarakat yang ingin melakukan klarifikasi atau penyelesaian hak, OJK menyediakan jalur komunikasi resmi yang bisa diakses melalui telepon (021) 50858708, HP 081281267233, atau email legal@crowde.co.

OJK Tegaskan Komitmen Menjaga Kepercayaan Publik

OJK menegaskan bahwa langkah pencabutan izin Crowde bukan sekadar sanksi administratif, melainkan bagian dari strategi menjaga kesehatan sektor keuangan digital nasional. Industri fintech P2P lending di Indonesia terus berkembang pesat, namun juga menghadapi risiko ketidakpatuhan dan kelemahan tata kelola dari sejumlah penyelenggara.

Ismail menjelaskan, keputusan tegas terhadap Crowde menjadi bentuk penegakan disiplin terhadap pelaku industri keuangan digital. Langkah ini juga diambil agar tidak muncul potensi kerugian lebih besar yang dapat menimpa masyarakat sebagai pengguna layanan.

“Keputusan ini merupakan bagian dari upaya OJK mewujudkan industri jasa keuangan yang sehat, khususnya fintech peer-to-peer lending yang berintegritas, bertata kelola baik, dan menerapkan manajemen risiko memadai,” tulis Ismail dalam keterangan resminya.

Regulator berharap, pencabutan izin Crowde menjadi pelajaran penting bagi penyelenggara lain untuk terus memperkuat modal usaha, meningkatkan tata kelola, serta mematuhi ketentuan POJK terbaru. Keberlanjutan industri fintech di Indonesia sangat bergantung pada kepatuhan dan kredibilitas setiap pelaku usaha.

Dampak dan Implikasi Bagi Lender dan Borrower

Pasca pencabutan izin, OJK menekankan bahwa lender dan borrower tetap memiliki perlindungan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Proses penyelesaian hak-hak kedua pihak akan diawasi langsung oleh OJK melalui mekanisme yang telah diatur.

Bagi lender, penyelesaian pinjaman akan tetap dilakukan berdasarkan catatan transaksi dan data yang tersimpan dalam sistem. Sedangkan bagi borrower, kewajiban pembayaran pinjaman tetap harus dipenuhi hingga proses likuidasi selesai.

Dalam konteks lebih luas, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan disiplin industri pinjol untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan keamanan data pengguna. OJK juga mengingatkan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih platform fintech yang memiliki izin resmi dan tercatat aktif di otoritas.

Kejadian seperti Crowde menjadi pengingat bahwa perizinan dan pengawasan ketat sangat penting demi menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan konsumen. Dengan begitu, ekosistem fintech di Indonesia bisa terus berkembang dengan lebih sehat dan berkelanjutan.

Terkini