JAKARTA - Nasi tempong sering dikira berasal dari Bali karena mudah ditemui di kawasan wisata pulau dewata. Nyatanya, kuliner pedas ini lahir dari Banyuwangi, Jawa Timur, dan menjadi simbol kuliner tradisional masyarakat Osing.
Keunikan nasi tempong bukan hanya pada rasanya yang pedas, tetapi juga pada cara penyajiannya yang sederhana namun menggugah selera. Sepiring nasi tempong terdiri dari sayur mayur segar dan sambal khas yang mampu memberikan sensasi pedas seperti “ditampar”.
Banyak wisatawan yang penasaran dengan asal-usul nasi tempong karena popularitasnya terus meningkat. Warung-warung di Bali pun mulai menjualnya, tetapi identitas asli nasi tempong tetap melekat di tanah Banyuwangi.
Asal-Usul dan Filosofi Nasi Tempong
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Taufik Hidayat, menegaskan bahwa nasi tempong merupakan kuliner asli daerah tersebut. Kata “tempong” berasal dari bahasa Osing, yang artinya “tampar”, menggambarkan sensasi pedas sambalnya.
“Bahasa tempong itu khas Banyuwangi dan tidak ada di daerah lain. Nasi tempong juga sudah tercatat dalam Kekayaan Intelektual Komunal, sehingga identitasnya tidak bisa diklaim daerah lain,” jelas Taufik pada Sabtu, 25 Oktober 2025, di Pantai Boom, Banyuwangi.
Fenomena orang Banyuwangi membuka usaha nasi tempong di Bali membuat banyak wisatawan salah kaprah. Meski banyak ditemui di pulau wisata, sejarah dan hak kekayaan kuliner tetap berada di Banyuwangi.
Ciri Khas Nasi Tempong
Sepiring nasi tempong lahir dari kekayaan alam Banyuwangi yang melimpah. Hidangan ini terdiri dari sayur mayur segar, nasi hangat, dan sambal tempong yang pedas dan menyegarkan.
Sambal tempong menggunakan tomat ranti, bukan tomat biasa. Ranti merupakan jenis buah khas Banyuwangi berbentuk gelombang dan diulek segar sebelum disajikan, sehingga aroma dan pedasnya terasa lebih tajam.
Budayawan Banyuwangi, Aekanu Hariyono, menambahkan bahwa nasi tempong dulu juga dianggap sebagai obat. “Orang yang sedang sakit, jika diberi nasi tempong, akan berkeringat dan merasa lebih segar,” ujarnya pada Sabtu, 25 Oktober 2025, di Pendapa Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi.
Sambal Tempong: Rasa Pedas yang Menggoda Lidah
Sambal tempong menjadi jantung dari cita rasa hidangan ini. Terbuat dari lombok merah dan ranti yang digilas bersama terasi bakar, sambal ini memberikan sensasi pedas yang unik dan berbeda dari sambal pada umumnya.
Rasa pedasnya diibaratkan seperti “ditampar” saat pertama kali dicicipi. Meski pedas, sambal tempong tetap bisa dinikmati oleh wisatawan yang kurang suka pedas dengan cara memisahkan sambal dari sayur dan nasi.
Kombinasi sambal tempong dan sayur mayur segar menciptakan harmoni rasa yang segar dan menggugah selera. Hidangan ini mencerminkan karakter masyarakat Banyuwangi yang menyukai makanan pedas dan sederhana namun kaya rasa.
Nasi Tempong sebagai Warisan Budaya
Nasi tempong lahir dari masyarakat agraris di Banyuwangi yang mengolah hasil bumi lokal. Budaya ini mencerminkan kreativitas masyarakat dalam menciptakan makanan lezat dengan bahan sederhana.
Selain sebagai hidangan sehari-hari, nasi tempong memiliki nilai budaya dan filosofi tersendiri. Nama “tempong” mengingatkan kita pada kekhasan lokal dan identitas kuliner yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah Banyuwangi.
Kini, nasi tempong telah menjamur di berbagai daerah, termasuk Bali dan kota-kota lain di Jawa. Namun, pengakuan sebagai kuliner asli Banyuwangi tetap kuat berkat kekayaan intelektual kuliner dan kesadaran masyarakat lokal.
Tips Menikmati Nasi Tempong bagi Wisatawan
Bagi wisatawan yang ingin mencoba nasi tempong tapi kurang suka pedas, ada trik sederhana. Sambal dapat dipisahkan dari sayuran dan nasi, sehingga pengunjung tetap bisa menikmati sensasi rasa segar dari hidangan ini tanpa kepedasan berlebihan.
Sepiring nasi tempong dapat menjadi pengalaman kuliner lengkap, menyuguhkan pedas segar dari sambal, aroma khas ranti, dan kesegaran sayur mayur. Perpaduan rasa ini membuat hidangan ini semakin terkenal di kalangan wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
Sensasi pedas, kesegaran, dan sejarah yang melekat pada nasi tempong membuatnya berbeda dari hidangan pedas lainnya. Setiap gigitan tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga mengajarkan tentang kekayaan kuliner lokal yang unik dan autentik.
Nasi tempong bukan sekadar makanan pedas, tetapi juga representasi budaya Banyuwangi yang kental. Dari sejarah kata “tempong” hingga bahan khas seperti ranti, setiap elemen hidangan ini menegaskan identitasnya yang otentik.
Meskipun banyak yang menemui nasi tempong di Bali, akar kuliner ini tetap berada di Banyuwangi. Mengunjungi daerah asalnya adalah cara terbaik untuk merasakan cita rasa asli, sekaligus memahami sejarah dan filosofi di balik setiap sepiring nasi tempong.