JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal akan menurunkan target produksi batu bara dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2026. Target baru diperkirakan berada di bawah 700 juta ton, lebih rendah dibandingkan target tahun ini sebesar 735 juta ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Tri Winarno menyampaikan bahwa kementerian masih mengevaluasi RKAB yang diajukan perusahaan. Selain itu, evaluasi juga mencakup kinerja produksi dan ekspor batu bara sepanjang tahun ini.
Tri menegaskan bahwa penurunan target produksi Indonesia pada 2026 kemungkinan berada di kisaran 600—700 juta ton. Penyesuaian ini sejalan dengan penurunan kinerja ekspor batu bara pada 2025 yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
“Secara otomatis kita menyesuaikan target karena kondisi pasar dan ekspor saat ini,” ujar Tri Winarno saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa, 11 November 2025. Ia menambahkan bahwa target final RKAB 2026 masih dalam proses evaluasi intensif sebelum ditetapkan.
Penurunan Kinerja Ekspor Batu Bara
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba ESDM, Surya Herjuna, memperkirakan ekspor batu bara Indonesia sepanjang 2025 menurun sekitar 30 juta ton dibandingkan realisasi tahun lalu. Tahun 2024, ekspor batu bara Indonesia tercatat mencapai 555 juta ton, sedangkan 2025 diperkirakan hanya sekitar 525 juta ton.
Surya menjelaskan penurunan ekspor terjadi akibat kondisi makroekonomi global yang tidak menentu. Permintaan dari negara mitra utama seperti China dan India mengalami penurunan, sehingga volume pengiriman berkurang.
Ia menekankan bahwa penurunan ini bukan karena batu bara Indonesia tidak diminati. Menurut Surya, permintaan tetap ada, namun ekonomi global yang melemah memengaruhi tingkat pembelian.
Selain itu, Domestic Market Obligation (DMO) juga mengalami penyesuaian seiring kondisi ekspor yang melambat. Penurunan volume ekspor otomatis memengaruhi jumlah batu bara yang tersalurkan ke pasar domestik maupun internasional.
Produksi dan Kinerja Harga Batu Bara
Sepanjang Januari hingga September 2025, produksi batu bara Indonesia tercatat mencapai 585 juta ton. Angka ini turun 7,47% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun produksi menurun, harga batu bara sempat mengalami kenaikan meski belum optimal. Kenaikan harga ini belum cukup untuk mendongkrak pendapatan negara bukan pajak (PNBP) secara signifikan.
Kementerian ESDM mencatat total produksi batu bara sepanjang 2024 mencapai 836 juta ton. Produksi tersebut melampaui target awal 710 juta ton, setara dengan 117% dari target, menandakan kinerja sektor batu bara yang sebelumnya kuat.
Dari total produksi 2024, sebanyak 233 juta ton dialokasikan untuk kebutuhan domestik atau DMO. Jumlah ini melebihi target DMO yang ditetapkan sebanyak 220 juta ton.
Dampak Penurunan Ekspor terhadap Perekonomian
Ekspor batu bara secara volume hingga September 2025 tercatat 285,23 juta ton, turun 4,74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan volume berdampak langsung terhadap nilai ekspor, yang tercatat US$17,94 miliar atau sekitar Rp298,79 triliun, menurun dari US$22,67 miliar pada periode yang sama 2024.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyatakan koreksi nilai ekspor batu bara sejalan dengan berkurangnya volume pengiriman. Penurunan ini mencerminkan tekanan pasar global dan fluktuasi permintaan dari negara importir utama.
Meski ekspor menurun, sektor batu bara tetap menjadi komoditas strategis bagi perekonomian nasional. Produksi domestik dan stok yang tersedia dapat mendukung kebutuhan energi dalam negeri sekaligus menjaga stabilitas pasokan.
Kondisi ini menegaskan perlunya strategi adaptif untuk menghadapi dinamika pasar global. Pemerintah melalui ESDM berupaya menyesuaikan target produksi dan ekspor agar tetap realistis serta sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini.
Proyeksi dan Kebijakan Produksi 2026
Dengan proyeksi target produksi di bawah 700 juta ton, Kementerian ESDM mendorong perusahaan batu bara untuk menyesuaikan rencana kerja dan anggaran biaya. Evaluasi ini bertujuan menjaga keseimbangan antara permintaan domestik, ekspor, dan kapasitas produksi perusahaan.
Penyesuaian target produksi juga mempertimbangkan potensi fluktuasi harga dan biaya produksi. Upaya ini diharapkan dapat meminimalkan risiko kerugian perusahaan sekaligus memastikan pasokan batu bara tetap aman bagi kebutuhan energi nasional.
Selain itu, pemerintah juga memperhatikan keberlanjutan industri batu bara di tengah tren global menuju energi terbarukan. Strategi adaptasi ini penting untuk menjaga daya saing industri batu bara Indonesia di pasar internasional.
Dengan pendekatan evaluasi dan penyesuaian target produksi, Indonesia dapat menjaga stabilitas industri batu bara sekaligus memitigasi dampak ekonomi global. Kinerja batu bara yang terukur dan realistis diharapkan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka menengah dan panjang.