JAKARTA - BCA, bank swasta terbesar di Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah harga sahamnya turun di bawah Rp 9.000 per saham awal pekan ini. Pada Rabu, saham PT Bank Central Asia Tbk (BCA) diperdagangkan pada level Rp 8.850 per saham, mengalami penurunan sebesar 9,95% secara tahunan. Fenomena ini dimanfaatkan sejumlah petinggi BCA, termasuk Jahja Setiaatmadja, Santoso, dan Subur Tan, untuk menambah kepemilikan saham dan meningkatkan kekayaan mereka di bank ini.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menjadi salah satu direktur yang aktif membeli saham di tengah penurunan harga ini. Pada 25 Februari 2025, Jahja berhasil menambah pundi-pundi sahamnya menjadi 34,18 juta saham. Dengan harga saham saat ini, kekayaan Jahja dari kepemilikan saham mencapai Rp 302,55 miliar, menjadikannya direktur dengan kepemilikan saham terbanyak di antara jajaran petinggi BCA lainnya.
Menanggapi langkah strategis ini, Jahja berkomentar, "Investasi di perusahaan yang kita kenal baik adalah langkah bijak dalam menavigasi pasar yang tidak menentu." Ucapannya menunjukkan keyakinan dalam potensi pertumbuhan berkelanjutan BCA, meskipun pasar perbankan sedang menghadapi gejolak.
Selain Jahja, Direktur BCA, Santoso, juga menambah kepemilikan sahamnya pada hari yang sama. Dengan membeli 20.000 saham tambahan, kini Santoso memegang 2,71 juta saham BCA. Dengan harga saham terkini, total kekayaan Santoso dari saham BCA mencapai Rp 23,99 miliar. "Membeli saham di saat harga turun adalah peluang untuk mendiversifikasi investasi dan meningkatkan nilai kekayaan di masa depan," ungkap Santoso, menjelaskan motivasinya.
Sementara itu, Tan Hoe Hin alias Subur Tan, yang memegang 10,71 juta saham BCA, tercatat sebagai direktur kedua dengan kepemilikan saham terbanyak setelah Jahja. Kekayaannya dari saham tersebut bernilai sekitar Rp 94,79 miliar. Dalam sebuah wawancara singkat, Subur Tan menyatakan, "Percaya pada fundamental yang kuat dari BCA adalah alasan utama di balik keputusan saya untuk mempertahankan dan menambah kepemilikan saham."
Di tengah pergerakan pembelian saham ini, perhatian juga tertuju pada calon Presiden Direktur BCA, Gregory Hendra Lembong, yang ditunjuk sebagai penerus Jahja Setiaatmadja. Gregory saat ini memiliki kepemilikan saham yang relatif kecil, yakni 977.547 saham. Sejak bergabung dengan bank ini pada tahun 2020, kepemilikan saham Gregory di BCA masih dalam tahap awal. Dengan harga saham saat ini, Gregory memiliki kekayaan sekitar Rp 8,65 miliar dari kepemilikan sahamnya. Gregory menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan peran di BCA, "Saya melihat potensi besar untuk pertumbuhan dan inovasi di BCA, dan saya bersemangat untuk berkontribusi dalam perjalanan ini."
Meskipun harga saham mengalami penurunan, langkah beberapa direktur BCA untuk menambah kepemilikan saham menunjukkan keyakinan mereka terhadap prospek jangka panjang bank ini. Sebagaimana analisis mengindikasikan, saham BCA (BBCA) masih dianggap sebagai opsi menarik di tengah gejolak pasar. Para pengamat merekomendasikan saham ini karena fundamental perusahaan yang kokoh dan kapasitas besar untuk bertumbuh di masa depan.
Secara keseluruhan, langkah pembelian saham oleh petinggi BCA mencerminkan kepercayaan diri dalam kekuatan bank ini untuk mengatasi tantangan pasar. Sementara publik mengamati pergerakan saham dan langkah para direktur ini, BCA terus menjaga posisinya sebagai salah satu bank paling berharga di Indonesia. Apakah harga saham akan pulih dan seberapa cepat, hanya waktu yang dapat menjawab, namun keyakinan para pemimpin BCA menjadi sinyal optimisme bagi para investor.