JAKARTA - Sektor industri di Indonesia kembali mendapatkan angin segar setelah kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) resmi diperpanjang dengan masa berlaku selama lima tahun ke depan. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong geliat produksi di tujuh sektor industri utama. Keputusan mengenai perpanjangan HGBT ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 yang diumumkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 26 Februari 2025. Menariknya, perpanjangan kali ini menawarkan pembagian harga gas yang berbeda yakni US$7 per million british thermal unit (MMbtu) untuk penggunaan sebagai bahan bakar dan US$6,5 per MMbtu untuk bahan baku. Sebelumnya, HGBT dipatok lebih rendah sebesar US$6 per MMbtu.
Menteri Bahlil menjelaskan bahwa keputusan tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 yang bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2020-2023, kebijakan HGBT ternyata memberikan total manfaat ekonomi mencapai Rp247,26 triliun. Yang paling signifikan adalah peningkatan ekspor sebesar Rp127,84 triliun serta kenaikan penerimaan pajak mencapai Rp23,30 triliun. Selain itu, investasi juga meningkat hingga Rp91,17 triliun, menunjukkan kepercayaan investor asing dan domestik yang kian kuat. "Ketentuan harga baru ini akan meningkatkan efisiensi biaya produksi industri dalam negeri serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Bahlil.
Pengaruh HGBT terlihat nyata dalam berbagai sektor, termasuk pertanian, yang berhasil mengurangi subsidi pupuk hingga Rp4,94 triliun. Kebijakan ini secara keseluruhan berhasil memperkuat daya saing industri nasional, mendorong ekspor, investasi, dan optimalisasi penerimaan negara.
Melihat kebijakan ini, Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) telah merencanakan ekspansi kapasitas produksi keramik nasional. Beberapa perusahaan besar seperti Arwana Ceramics dan Platinum Ceramics berencana menambah kapasitas produksi keramik sebanyak 45 juta meter persegi per tahun dengan investasi sekitar Rp4 triliun. Langkah ini diproyeksikan akan menyerap sekitar 5.000 tenaga kerja baru dan diperkirakan rampung pada semester kedua 2026. Edy Suyanto, Ketua Umum Asaki, menyambut baik perpanjangan HGBT ini, "Ya benar dari produsen lokal untuk yang ekspansi tahap kedua ini salah satunya Arwana Keramik, Platinum, Pegasus, dan lainnya," ucap Edy kepada Bisnis.
Periode sebelumnya, dari 2020-2024, pelaku industri keramik telah meningkatkan kapasitas produksi hingga 90 juta meter persegi dengan investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) yang mencapai angka berkisar Rp20 triliun hingga Rp23 triliun, menyerap 15.000 tenaga kerja. Pada tahun 2026, kapasitas produksi nasional ditargetkan mencapai 670 juta meter persegi, cukup untuk memenuhi pasar domestik dan mengurangi ketergantungan impor sebesar 70 juta hingga 80 juta meter persegi per tahunnya. “Ini sangat mumpuni untuk mensubstitusi keseluruhan angka impor keramik yang berkisar 70 juta-80 juta meter persegi per tahunnya,” tambah Edy.
Di sisi lain, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan melihat optimisme serupa di industri manufaktur lainnya. Dengan perpanjangan HGBT yang berlaku hingga 2029, diharapkan bisa mendongkrak kinerja produksi yang berorientasi ekspor. HGBT periode 2020-2024 sudah menunjukkan peningkatan investasi yang signifikan, terutama dari investor Korea dan China di sektor kaca lembaran dan industri kaca di Sidoarjo. "HGBT 2020 - 2024, menarik investor manufaktur dalam dan luar negeri," jelas Yustinus.
Meski begitu, tantangan masih ada, terutama terkait kepastian pasokan volume gas. Industri berharap Kebijakan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang sebelumnya diberlakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tidak menghambat pelaksanaan HGBT. "Realisasi pasokan volume HGBT 100% Kepmen, jangan terulang AGIT atau istilah apapun dari PGN yang tidak melaksanakan 100% volume Kepmen," ungkap Yustinus.
Selain industri keramik dan kaca, industri sarung tangan karet juga optimis dengan penambahan kapasitas dan peningkatan daya saing seiring dengan kebijakan HGBT yang lebih konsisten. Rudy Ramadhan dari Indonesia Rubber Glove Manufacturer Association (IRGMA) menyoroti pentingnya jaminan pasokan gas yang memadai untuk mendukung pertumbuhan industri. "Selama ini yang masih menjadi penghambat yakni kondisi pasokan gas untuk wilayah barat Jawa dan bagian utara Sumatra," ungkap Rudy.
Lebih jauh, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian, Saleh Husin, menilai HGBT sebagai langkah positif untuk mendorong efisiensi dan daya saing sektor industri. Dia berpendapat bahwa kriteria penerima HGBT sebaiknya diperluas agar bisa menjangkau sektor lain seperti makanan dan minuman, pulp kertas, kimia, farmasi, dan tekstil. "Untuk itu kedepan kami sangat berharap agar industri penerima manfaat HGBT ini harus diperluas ke sektor industri lain yang terdampak biaya energi tinggi dan yang berorientasi ekspor," tegasnya.
Kesimpulannya, perpanjangan kebijakan HGBT adalah langkah strategis untuk memacu industri dalam negeri agar lebih kompetitif di kancah internasional. Kebijakan ini diharapkan bisa memacu pertumbuhan di sektor industri hingga 10%, sejalan dengan target ekonomi nasional. Dengan keberlanjutan dan optimalisasi implementasi kebijakan ini, Indonesia tentu berharap dapat memperkuat posisi industrinya, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga dalam skala global.