JAKARTA - Pemerintah Indonesia semakin serius mempercepat langkah menuju energi bersih dengan fokus besar pada pengembangan panas bumi atau geothermal. Langkah ini menandai era baru transisi energi hijau di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, energi panas bumi kini menjadi tumpuan utama dalam perjalanan Indonesia menuju kemandirian energi. Pemerintah telah mempermudah proses perizinan dan mempercepat pembangunan proyek geothermal agar investasi dapat tumbuh lebih cepat.
Menurut Bahlil, arah pembangunan energi nasional kini berorientasi pada keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan. Hal ini juga menjadi komitmen kuat Indonesia terhadap Paris Agreement dan target net zero emission (NZE) pada 2060 atau bahkan lebih cepat.
Bahlil menyebutkan, meski sejumlah negara besar mulai mengendurkan komitmennya terhadap perjanjian Paris, Indonesia tetap teguh melangkah. “Beberapa negara yang ikut menginisiasi lahirnya Paris Agreement sudah mulai keluar panggung, bahkan tidak mengakui,” katanya dalam acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta.
Ia menambahkan bahwa dunia kini tidak lagi membutuhkan negara besar yang hanya kuat secara ekonomi. “Hari ini dunia membutuhkan pemimpin yang komitmen terhadap apa yang telah disepakati di dunia internasional,” ujarnya menegaskan.
Panas Bumi Jadi Aset Strategis Masa Depan
Indonesia memiliki potensi panas bumi mencapai 23.742 megawatt (MW) yang tersebar di berbagai daerah. Namun, hingga September 2025, baru sekitar 2.744 MW atau 11,6 persen yang sudah dimanfaatkan.
Dengan potensi besar tersebut, Indonesia menempati peringkat kedua dunia di bawah Amerika Serikat yang telah mengelola 3.937 MW energi panas bumi. “Di Indonesia masih ada sekitar 90 persen potensi geothermal yang belum dikelola. Ini adalah energi masa depan,” kata Bahlil.
Sejak berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat pada 1983, energi geothermal telah berperan penting dalam mendukung kebutuhan listrik nasional. Kini, pemerintah bertekad untuk mempercepat pengembangannya dengan memangkas regulasi yang menghambat.
Bahlil menegaskan, salah satu penghalang terbesar investasi adalah peraturan yang terlalu rumit. “Program kami dalam satu tahun ini adalah memangkas berbagai tahapan regulasi yang menghambat percepatan dalam bidang geothermal,” ujarnya.
Selain perizinan, pemerintah juga memperhatikan infrastruktur jaringan listrik. Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, akan dibangun jaringan transmisi sepanjang 48.000 kilometer sirkuit (kms).
Pemerintah juga telah menetapkan harga jual listrik panas bumi yang lebih menarik bagi investor. Harga listrik panas bumi ditetapkan sebesar 9,5 sen dolar AS per kilowatt-hour (kWh) untuk 10 tahun pertama, lalu turun menjadi 7,5 sen dolar AS per kWh.
“Hitung-hitungan saya sebagai mantan pengusaha, kalau capex-nya tidak di-markup, delapan sampai sembilan tahun sudah bisa break even point,” jelas Bahlil. Ia menilai, skema ini membuat investasi di sektor geothermal semakin menarik dan berkelanjutan.
Energi panas bumi juga dimanfaatkan untuk mendukung industri hilirisasi yang sedang digencarkan pemerintah. Selain itu, potensi panas bumi juga diarahkan untuk pengembangan energi baru seperti hidrogen hijau atau green hydrogen.
“Jadi, tidak perlu ragu-ragu untuk berinvestasi di geothermal,” tegas Bahlil. Pemerintah menargetkan tambahan kapasitas panas bumi hingga 5,2 gigawatt (GW) dalam RUPTL 2025–2034.
Digitalisasi Perizinan dan Pemberdayaan Daerah
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa percepatan izin menjadi kunci utama peningkatan kapasitas listrik geothermal. Saat ini, perizinan yang sebelumnya memakan waktu 1,5 tahun dapat diselesaikan hanya dalam tujuh hari melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Kementerian ESDM juga meluncurkan platform digital Geothermal Energy Information System (Genesis). Sistem ini menyediakan layanan terintegrasi mulai dari data proyek, eksplorasi, hingga lelang wilayah kerja panas bumi (WKP).
“Kita sudah siapkan platform Genesis untuk lelang dan usaha penunjang panas bumi di daerah,” ujar Eniya. Ia mencontohkan, usaha seperti tenaga keamanan, laundry, atau katering untuk proyek panas bumi kini dapat diisi oleh UMKM lokal yang sudah terdaftar di sistem.
Dengan percepatan ini, Eniya berharap kapasitas listrik panas bumi dapat meningkat signifikan dalam lima tahun ke depan. “Posisi kita hanya kalah sedikit dari Amerika Serikat. Dalam lima tahun ini, kita berharap bisa melompat menjadi nomor satu di dunia,” ucapnya.
Selain kontribusi energi, pengembangan panas bumi juga berdampak pada ketahanan pangan di wilayah sekitar proyek. Contohnya, pemanfaatan energi panas bumi untuk sterilisasi bibit kentang, pengeringan biji kopi, hingga pembasmian hama pertanian di beberapa PLTP.
Di Lampung, program Ulubelu Triumphant dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menjadi bukti nyata manfaat energi panas bumi bagi masyarakat. Teknologi pengatur suhu otomatis berbasis panas bumi diterapkan untuk budidaya melon di dataran tinggi Pekon Muara Dua, Tanggamus.
Ketua kelompok tani Ulubelu Farm, Edi Yansyah, mengatakan bahwa dalam satu tahun, tanaman melon bisa dipanen tiga sampai empat kali. “Sekali panen hasilnya bisa 1,3 sampai 1,5 ton, dengan nilai sekitar Rp 35 juta sampai Rp 40 juta,” ujarnya.
Dampak ekonomi juga dirasakan melalui bonus produksi panas bumi yang disalurkan ke daerah penghasil. Selama sepuluh tahun terakhir, lebih dari Rp 1 triliun telah dikembalikan ke daerah sebagai tambahan pendapatan asli daerah (PAD).
“Pendapatan satu kabupaten kecil bisa juga bergantung kepada panas bumi dari pembangkit di daerah tersebut,” kata Eniya. Contohnya, PLTP Ijen menambah daya 45 MW sekaligus memberikan PAD sekitar Rp 1,5 miliar per tahun.
Geothermal Jadi Motor Ketahanan Energi Nasional
Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia, Feiral Rizky Batubara, menilai pengembangan panas bumi menjadi sangat penting di tengah percepatan transisi energi bersih. Ia menyebut pemerintah kini memberikan kepastian hukum dan arah investasi yang jelas.
“Pemerintah sudah menetapkan bahwa EBT tidak bisa mundur. PLN dan Kementerian ESDM sedang menyiapkan infrastruktur jaringan untuk menyalurkan energi bersih,” ujarnya.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Julfi Hadi, menegaskan bahwa dunia kini menghadapi fase bencana iklim atau climate catastrophe. Karena itu, percepatan transisi menuju energi bersih menjadi keharusan global.
Menurutnya, panas bumi adalah sumber energi lokal yang stabil dan tersebar luas di Indonesia. “Geothermal adalah indigenous resources-nya Indonesia. Kalau di Arab itu oil and gas, di Indonesia adalah panas bumi,” ujarnya dalam forum bisnis di Jakarta.
Julfi menambahkan, panas bumi tidak bergantung pada kondisi cuaca dan dapat menghasilkan listrik terus-menerus. “Panas bumi punya potensi besar untuk menjadi penggerak utama transisi energi dan ketahanan energi,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah percepatan, digitalisasi perizinan, dan dukungan investasi, Indonesia kini berada di jalur yang tepat menuju kemandirian energi hijau. Panas bumi bukan lagi sekadar sumber daya alam, tetapi telah menjadi simbol komitmen nasional menuju masa depan berkelanjutan.