JAKARTA - Industri perbankan di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan kinerja yang positif pada awal tahun 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa penyaluran kredit sektor produktif di tiga provinsi tersebut mendominasi total kredit yang diberikan per Februari 2025, dengan porsi mencapai 57,64 persen dari total Rp231,1 triliun.
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Kristrianti Puji Rahayu, mengungkapkan bahwa stabilitas industri jasa keuangan di wilayah Bali, NTB, dan NTT tetap terjaga dengan baik, meskipun terdapat dinamika global dan domestik. “Industri jasa keuangan di Bali, NTB dan NTT tetap terjaga stabil,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Denpasar.
Berdasarkan data OJK, penyaluran kredit produktif di wilayah Bali-Nusra terdiri atas dua kategori utama: kredit modal kerja sebesar 33,82 persen dan kredit investasi sebesar 23,82 persen. Komposisi tersebut menunjukkan bahwa bank di wilayah tersebut cenderung fokus mendukung aktivitas ekonomi yang menghasilkan, ketimbang hanya membiayai konsumsi.
Puji juga menjelaskan bahwa lebih dari 43 persen dari total kredit yang disalurkan di Bali dan Nusa Tenggara diberikan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yakni mencapai 43,21 persen. Hal ini, menurutnya, menegaskan komitmen perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah berbasis kerakyatan.
“Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya.
Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembiayaan produktif, industri perbankan di wilayah Bali-Nusra juga mencatat pertumbuhan kredit secara tahunan (year-on-year) sebesar 5,81 persen, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024. Kinerja ini mencerminkan adanya pemulihan ekonomi yang konsisten pasca-pandemi, serta meningkatnya kepercayaan dunia usaha terhadap perbankan.
Namun demikian, OJK tetap mengingatkan pentingnya manajemen risiko yang cermat. Pasalnya, meski tingkat kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) masih berada dalam batas aman, yakni sebesar 3,09 persen per Februari 2025, terdapat kenaikan dibandingkan dengan posisi pada Februari 2024 yang berada di angka 2,51 persen.
“Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi,” ujar Puji.
Ia menambahkan bahwa perbankan perlu mewaspadai potensi peningkatan risiko kredit pasca berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi akibat pandemi COVID-19 yang resmi dihentikan pada akhir Maret 2024. Masa relaksasi tersebut sebelumnya memberi kelonggaran kepada debitur untuk tetap dapat membayar kewajibannya meski terdampak pandemi, dan penghentiannya bisa memicu tekanan baru terhadap kualitas aset perbankan.
Dari sisi penghimpunan dana, masyarakat di Bali, NTB, dan NTT juga menunjukkan antusiasme tinggi dalam menyimpan dananya di sektor perbankan. Data OJK menunjukkan bahwa total dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank di wilayah ini mencapai Rp275,7 triliun per Februari 2025. Angka ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 8,26 persen secara tahunan dibandingkan dengan Februari 2024.
Pertumbuhan DPK yang sejalan dengan pertumbuhan kredit turut mendorong rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan di wilayah Bali-Nusra. Tercatat, LDR perbankan di ketiga provinsi itu berada di level 83,82 persen—angka yang berada dalam rentang ideal menurut ketentuan yang ditetapkan regulator, yakni antara 78 persen hingga 92 persen.
Capaian ini menandakan bahwa perbankan masih memiliki ruang cukup untuk menyalurkan kredit lebih lanjut tanpa menimbulkan tekanan pada likuiditas. Meski demikian, OJK tetap meminta agar perbankan senantiasa menjaga prinsip kehati-hatian dan tidak lengah terhadap potensi risiko eksternal, termasuk perubahan kebijakan suku bunga global dan volatilitas pasar keuangan internasional.
“Kami berharap industri perbankan dapat terus menjaga keseimbangan antara ekspansi kredit yang sehat dan manajemen risiko yang prudent, sehingga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi daerah tetap terjaga,” kata Puji.
Di tengah kondisi ekonomi yang terus berkembang, OJK juga mengimbau agar perbankan terus memperluas akses keuangan dan layanan digital di wilayah Bali-Nusra, yang secara geografis cukup menantang. Pemanfaatan teknologi finansial (fintech) dan transformasi digital perbankan dinilai sebagai kunci untuk mempercepat inklusi keuangan di daerah terpencil.
Selain itu, OJK juga menekankan pentingnya perlindungan konsumen dan edukasi keuangan untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan. “Kami terus mendorong sinergi antara lembaga jasa keuangan dan pemerintah daerah untuk memperluas jangkauan layanan serta memperkuat ketahanan ekonomi lokal,” imbuhnya.
Kinerja perbankan di Bali, NTB, dan NTT yang kuat, baik dari sisi penyaluran kredit maupun penghimpunan dana, menjadi salah satu indikator bahwa sektor jasa keuangan tetap menjadi penopang utama pembangunan ekonomi daerah. Dengan sinergi yang kuat antara regulator, perbankan, dan masyarakat, diharapkan wilayah Bali-Nusra dapat terus tumbuh dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.