Pemerintah Setop Impor Garam, Pengusaha Industri Soroti Kualitas Produksi Lokal dan Dampak Cuaca

Selasa, 15 April 2025 | 11:34:25 WIB
Pemerintah Setop Impor Garam, Pengusaha Industri Soroti Kualitas Produksi Lokal dan Dampak Cuaca

JAKARTA - Pemerintah Indonesia resmi mengambil langkah besar menuju kemandirian di sektor garam nasional dengan mengumumkan penghentian impor garam industri mulai 31 Desember 2025. Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Garam Nasional. Seluruh kebutuhan garam industri, khususnya untuk sektor aneka pangan dan tekstil, diwajibkan berasal dari produksi dalam negeri. Langkah strategis ini menjadi bagian dari target besar pemerintah untuk mencapai swasembada garam nasional, namun menuai beragam respons dari pelaku industri.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengapresiasi langkah pemerintah untuk memperkuat produksi garam lokal. Namun, ia mengingatkan bahwa kebutuhan industri memiliki standar kualitas yang tinggi, dan tidak semua bisa dipenuhi oleh produksi domestik saat ini. Menurutnya, pemerintah tetap membuka ruang relaksasi impor jika terjadi kekurangan pasokan.

“Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pangan dan KKP. Berdasarkan aturan itu, akan ada relaksasi apabila dalam negeri tidak bisa menyediakan. Pemerintah bisa memberi izin impor,” ujar Adhi di Jakarta.

Adhi menegaskan bahwa GAPMMI tidak menolak penggunaan garam lokal. Bahkan, pihaknya mendorong peningkatan produksi hulu, terutama dari petambak garam dalam negeri. Namun, ia menggarisbawahi bahwa garam untuk industri berbeda dengan garam konsumsi. Kebutuhan spesifik untuk produk pangan seperti makanan ringan, minuman bubuk, atau produk yang harus disimpan dalam jangka panjang, memerlukan garam dengan tingkat kemurnian tinggi yang belum tentu tersedia secara konsisten dari produksi lokal.

“Untuk garam ikan asin atau kecap mungkin masih bisa pakai lokal. Tapi untuk produk kering, garam lokal belum memenuhi spesifikasi,” katanya. Adhi menambahkan bahwa jika spesifikasi tidak terpenuhi, maka proses produksi industri bisa terganggu, bahkan berhenti, yang pada akhirnya berdampak pada pasokan barang di pasaran.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi sektor produksi garam nasional adalah ketergantungan pada kondisi cuaca. Garam umumnya dihasilkan melalui proses penguapan air laut yang sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari dan curah hujan. Jika cuaca tidak mendukung, maka produksi bisa turun drastis. Adhi menyebutkan bahwa ada tahun-tahun ketika produksi nasional tidak mencapai angka 100.000 ton, jauh dari kebutuhan industri yang mencapai lebih dari satu juta ton per tahun.

“Kami setuju dorong produksi hulu garam terus ditingkatkan. Tapi harus diingat, garam industri beda dengan garam konsumsi. Kita bicara soal kualitas dan jumlah. Jangan sampai saat tidak tersedia, industri malah terhambat,” ucapnya.

Merespons kekhawatiran ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya menyatakan bahwa target untuk menyetop impor garam industri secara bertahap hingga 2027 merupakan hal yang realistis, asalkan didukung dengan anggaran dan strategi yang tepat. Dalam sejumlah kesempatan, Trenggono juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur, teknologi, dan sistem logistik garam agar hasil produksi petambak lokal bisa diserap secara optimal oleh industri.

"Target setop impor garam industri pada 2027 sangat realistis, selama dana siap dan sistem pendukung diperkuat," ujar Menteri Trenggono.

Selain itu, Perpres No. 17 Tahun 2025 juga mendorong penguatan peran badan usaha milik negara dan daerah, serta koperasi lokal dalam rantai pasok garam nasional. Pemerintah berkomitmen memberikan pelatihan, akses permodalan, dan insentif lainnya agar petambak garam mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menyatakan bahwa percepatan pembangunan garam nasional tidak hanya penting untuk swasembada, tetapi juga untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada fluktuasi harga pasar internasional. Dalam jangka panjang, produksi garam nasional diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi petambak, sekaligus meningkatkan daya saing industri pengolahan makanan dan tekstil Indonesia.

Sementara itu, dari kalangan pengusaha, terdapat usulan agar pemerintah tidak hanya fokus pada aspek produksi, tetapi juga menyediakan laboratorium pengujian kualitas garam secara terpusat di daerah sentra produksi. Langkah ini dinilai penting agar hasil produksi garam lokal dapat memenuhi spesifikasi teknis industri tanpa melalui proses distribusi yang berbelit.

“Kalau ingin industri menyerap garam lokal, maka kualitasnya harus jelas dan konsisten. Pemerintah harus bantu petambak dengan laboratorium uji mutu dan pelatihan produksi sesuai kebutuhan industri,” ujar Adhi S. Lukman menegaskan.

Di sisi lain, pengusaha juga menyoroti kesiapan infrastruktur pendukung seperti gudang penyimpanan, transportasi logistik, serta akses jalan menuju sentra tambak garam yang masih minim di beberapa wilayah, seperti di Madura, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Tengah.

Sejalan dengan itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian BUMN telah membentuk tim koordinasi lintas sektor untuk mempercepat implementasi Perpres tersebut. Tim ini akan bertugas memantau perkembangan produksi, distribusi, dan kebutuhan garam industri secara berkala untuk memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan baku yang bisa menghambat jalannya industri dalam negeri.

Jika dijalankan dengan konsisten dan terstruktur, kebijakan penghentian impor garam industri ini diyakini dapat mendorong tumbuhnya industri garam nasional yang berkelanjutan. Namun, hal ini tetap bergantung pada kesiapan produksi dalam negeri dalam menyediakan garam berkualitas tinggi, dalam jumlah mencukupi, dan dengan harga yang bersaing.

Dengan tenggat waktu hingga akhir 2025, seluruh mata kini tertuju pada efektivitas implementasi Perpres ini. Apakah produksi garam lokal akan mampu memenuhi kebutuhan industri yang begitu besar dan kompleks? Atau justru kebijakan ini menjadi batu sandungan jika tak diiringi dengan perbaikan menyeluruh di sektor hulu?

Yang pasti, keberhasilan swasembada garam tak hanya bergantung pada semangat regulasi, tetapi juga pada komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam membenahi ekosistem produksi garam nasional secara menyeluruh, dari petambak hingga pabrik pengolahan.

Terkini

14 Kebiasaan Buruk yang Mempercepat Penuaan Dini Tubuh

Senin, 22 September 2025 | 16:18:21 WIB

6 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium yang Perlu Diketahui

Senin, 22 September 2025 | 16:18:17 WIB

Tablet Redmi Pad 2 Pro: Layar 12,1 Inci dan Baterai Jumbo

Senin, 22 September 2025 | 16:18:15 WIB

Pesona Miyagi, Surga Alam dan Kuliner Otentik di Jepang

Senin, 22 September 2025 | 16:18:12 WIB

Cara ke Jak-Japan Matsuri 2025 Naik Transjakarta

Senin, 22 September 2025 | 16:18:10 WIB