JAKARTA - Seiring berakhirnya pandemi, banyak orang kembali pada rutinitas padat. Namun, ada masalah kesehatan yang diam-diam meningkat dan kini sering dialami masyarakat, yakni keluhan nyeri punggung. Kondisi ini bukan sekadar rasa pegal biasa, melainkan bisa mengganggu produktivitas hingga kualitas hidup sehari-hari.
Fenomena ini muncul karena perubahan besar dalam gaya hidup sejak pandemi Covid-19. Aktivitas yang serba digital membuat tubuh terbiasa duduk lama, menatap layar berjam-jam, dan kurang bergerak. Semua kebiasaan tersebut menjadi pemicu utama gangguan tulang belakang yang kini kian marak.
Gaya Hidup Statis Picu Masalah Tulang Belakang
Dokter spesialis ortopedi konsultan tulang belakang di RS Pondok Indah, Andra Hendriarto, menegaskan bahwa mayoritas pasien saat ini datang bukan karena cedera. Justru gaya hidup statis menjadi biang keladi dari keluhan nyeri yang mereka rasakan.
“Mayoritas masalah tulang belakang sekarang bukan karena penyakit serius, tapi akibat gaya hidup kita sendiri,” jelasnya dalam kegiatan temu media di Jakarta.
Menurutnya, screen time yang meningkat drastis juga turut berdampak. Tidak hanya sakit pinggang, tetapi kasus sakit leher kini semakin sering ditemui di klinik.
Durasi Aktivitas Harian yang Tinggi
Andra menuturkan, rata-rata manusia saat ini bisa menghabiskan waktu hingga 16 jam sehari untuk beraktivitas. Sayangnya, posisi duduk maupun tidur sering diabaikan. Padahal, sekitar dua dari tiga masalah tulang belakang dapat dicegah jika postur tubuh dijaga dengan benar.
Kebiasaan duduk terlalu lama tanpa diselingi peregangan membuat otot dan sendi tidak mampu menahan tekanan. Inilah yang kemudian memicu rasa nyeri pada punggung bawah maupun leher.
Jenis Nyeri Punggung yang Sering Dialami
Nyeri punggung terbagi menjadi dua kategori utama, yakni mekanikal dan non-mekanikal. Sekitar 80 persen kasus tergolong mekanikal. Jenis ini terjadi akibat otot, tulang, sendi, atau bantalan tulang belakang tidak kuat menopang posisi tertentu. Misalnya duduk dalam waktu lama atau membungkuk dengan postur salah.
Sementara itu, nyeri non-mekanikal memang lebih jarang, tetapi justru lebih berbahaya. Penyebabnya tidak berhubungan langsung dengan aktivitas sehari-hari, melainkan kondisi serius seperti infeksi atau tumor.
“Nyeri pinggang non-mekanikal biasanya disertai kelemahan atau kelumpuhan. Itu perlu diwaspadai,” tegas Andra.
Gejala yang Tidak Boleh Diabaikan
Meski banyak kasus nyeri punggung tergolong ringan, ada gejala tertentu yang patut menjadi alarm bahaya. Beberapa tanda yang sebaiknya segera diperiksakan ke dokter antara lain:
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Kelemahan otot pada bagian lengan atau kaki.
Rasa kebas maupun kesemutan di anggota tubuh.
Gejala ini bisa menjadi sinyal adanya masalah serius pada tulang belakang. Mengabaikannya hanya akan memperburuk kondisi.
Tantangan Utama: Memulai Gaya Hidup Sehat
Menurut Andra, langkah pencegahan sebenarnya sederhana. Menjaga postur tubuh, membatasi screen time, dan rutin melakukan peregangan sudah cukup membantu. Namun, yang sering menjadi hambatan adalah konsistensi dalam menjalani pola hidup sehat.
“Yang sulit bukan pengobatannya, tapi memulai gaya hidup sehat. Kalau itu bisa dilakukan sejak dini, banyak masalah tulang belakang bisa dicegah,” pungkasnya.
Pentingnya Kesadaran Sejak Dini
Pascapandemi, kesadaran akan pentingnya kesehatan fisik memang meningkat. Namun, perhatian sering hanya terfokus pada kebugaran umum seperti olahraga dan pola makan, sementara postur tubuh justru terabaikan. Padahal, kesehatan tulang belakang sama vitalnya untuk menjaga kualitas hidup.
Nyeri punggung yang berulang bukan sekadar rasa sakit sementara. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menurunkan produktivitas, mengganggu tidur, bahkan memengaruhi suasana hati. Oleh karena itu, menjaga postur, memperhatikan posisi duduk, serta mengatur waktu istirahat adalah kunci utama.
Lonjakan kasus nyeri punggung pascapandemi menjadi pengingat bahwa tubuh tidak bisa dipaksa menjalani gaya hidup statis. Kebiasaan duduk lama dan screen time berlebihan terbukti berdampak buruk bagi kesehatan tulang belakang.
Mengenali gejala sejak awal, memahami perbedaan nyeri mekanikal dan non-mekanikal, serta segera memeriksakan diri bila ada tanda bahaya merupakan langkah penting. Pada akhirnya, pola hidup sehat bukan hanya tentang olahraga rutin, tetapi juga bagaimana menjaga tubuh tetap seimbang dalam aktivitas harian.
Jika postur diperhatikan dan gaya hidup sehat konsisten diterapkan, sebagian besar masalah nyeri punggung dapat dicegah. Hal ini bukan hanya soal kesehatan fisik, tetapi juga investasi jangka panjang untuk kualitas hidup yang lebih baik.