Dukungan Pemerintah dan BUMN Kuatkan Sektor Panas Bumi Menuju Net Zero 2060

Senin, 10 November 2025 | 11:04:55 WIB
Dukungan Pemerintah dan BUMN Kuatkan Sektor Panas Bumi Menuju Net Zero 2060

JAKARTA - Sektor panas bumi kini kembali menjadi sorotan sebagai salah satu pilar penting dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Potensi besar Indonesia di bidang energi hijau membuat para pelaku industri dan pengamat ekonomi menilai perlunya langkah konkret untuk mempercepat transisi energi bersih.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menegaskan bahwa panas bumi memiliki prospek besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan bauran energi baru terbarukan. Menurutnya, keberhasilan sektor ini sangat bergantung pada dukungan pemerintah dan sinergi antar-BUMN.

“Energi fosil semakin terbatas. EBT menjadi tujuan global untuk transisi energi, dan Indonesia punya potensi panas bumi yang melimpah,” kata Esther.

Pernyataan tersebut menggambarkan arah baru dalam kebijakan energi Indonesia. Pemerintah diharapkan lebih serius menyiapkan kebijakan insentif dan regulasi yang mampu menarik investasi ke sektor energi hijau.

Perlu Dorongan Nyata agar Masyarakat dan Industri Beralih ke Energi Bersih

Esther menilai, agar masyarakat dan sektor industri beralih ke energi bersih, diperlukan kebijakan yang memberikan kepastian ekonomi. Tanpa insentif dan dukungan infrastruktur yang kuat, transisi energi akan berjalan lambat dan tidak merata di seluruh wilayah.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat rantai pasok energi baru terbarukan. Pemerintah harus memastikan akses, biaya, dan ketersediaan teknologi energi bersih dapat dijangkau secara luas oleh semua pihak.

Dalam konteks ini, Esther menyoroti langkah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang sedang memperluas kapasitas produksi panas bumi. Perusahaan tersebut menargetkan peningkatan kapasitas hingga 1 gigawatt (GW) dalam dua hingga tiga tahun ke depan, dan mencapai 1,8 GW pada tahun 2033.

“Langkah ekspansi PGE bisa mempercepat transisi menuju energi bersih sekaligus mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Esther. Ia menambahkan, keberhasilan ekspansi tersebut membutuhkan dukungan pemerintah agar pengembangannya dapat berlangsung optimal.

Esther menilai, perlu ada keberpihakan kuat terhadap energi bersih melalui berbagai kebijakan fiskal dan non-fiskal. Dengan begitu, proyek energi panas bumi dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Panas bumi bukan hanya soal energi, tetapi juga peluang ekonomi baru bagi daerah-daerah penghasil sumber panas bumi. Investasi di sektor ini akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan aktivitas ekonomi lokal, dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Esther juga menyoroti bahwa keberhasilan proyek energi panas bumi akan berpengaruh langsung terhadap kredibilitas Indonesia dalam komitmen global terhadap pengurangan emisi karbon. “Kalau pemerintah mampu mendukung penuh, sektor panas bumi bisa menjadi contoh keberhasilan transisi energi bersih di Asia Tenggara,” ujarnya.

Sinergi BUMN Jadi Penggerak Utama Pengembangan Panas Bumi

Menurut Esther, sinergi antar-BUMN menjadi faktor strategis dalam mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Ia mencontohkan kolaborasi antara Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PLN Indonesia Power (PLN IP) yang dinilai bisa menjadi model kerja sama efektif untuk sektor energi bersih.

Kerja sama tersebut mencakup pengembangan 19 proyek panas bumi eksisting dengan total kapasitas mencapai 530 megawatt (MW). Proyek-proyek ini diharapkan mampu memperkuat pasokan listrik nasional sekaligus menekan ketergantungan pada sumber energi fosil.

“Potensi panas bumi sudah ada, tinggal bagaimana dukungan nyata dari pemerintah agar bisa dimanfaatkan optimal,” kata Esther. Ia menilai koordinasi yang baik antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta akan menentukan keberhasilan program energi bersih ke depan.

Selain itu, dukungan regulasi dan pembiayaan juga menjadi aspek penting dalam memastikan proyek-proyek tersebut dapat berjalan berkelanjutan. Pemerintah diharapkan menyediakan skema pendanaan hijau dan jaminan harga listrik panas bumi agar investor merasa aman berpartisipasi.

Esther menegaskan bahwa pengembangan panas bumi tidak bisa berdiri sendiri. Diperlukan strategi lintas sektor yang mencakup perencanaan infrastruktur, pelatihan tenaga kerja, dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi proyek.

Sinergi BUMN dinilai mampu mempercepat adopsi teknologi baru dan menciptakan efisiensi di berbagai lini pengelolaan energi. Dengan dukungan yang tepat, sektor panas bumi bisa menjadi penggerak utama ekonomi hijau Indonesia dalam satu dekade ke depan.

Kerja sama tersebut juga akan memperkuat posisi Indonesia di mata dunia sebagai negara dengan komitmen tinggi terhadap transisi energi. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendukung target pemerintah untuk mencapai bauran energi baru terbarukan yang ambisius.

Panas Bumi dan Agenda Besar Transisi Energi Nasional

Dalam perspektif makroekonomi, pengembangan energi bersih termasuk panas bumi merupakan bagian dari agenda besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% dan swasembada energi sebagaimana tertuang dalam program Asta Cita.

Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghadapi tantangan besar dalam implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. RUPTL terbaru menargetkan porsi energi baru terbarukan meningkat hingga 76%, dengan tambahan kapasitas listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW).

Pencapaian ambisius ini membutuhkan peran aktif berbagai pihak, termasuk BUMN energi dan sektor swasta. Pemerintah perlu menyiapkan kerangka regulasi yang adaptif dan transparan agar investor tertarik menanamkan modal di sektor energi hijau.

“Pemerintah perlu memperkuat dorongan untuk energi bersih, karena sejauh ini pemanfaatannya masih belum merata di masyarakat,” ujar Esther. Menurutnya, keberhasilan program transisi energi sangat bergantung pada implementasi kebijakan yang konsisten dan terukur.

Selain fokus pada investasi dan regulasi, pemerintah juga harus memperhatikan faktor sosial dan edukatif. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya energi bersih perlu terus ditingkatkan agar transisi energi berjalan inklusif.

Perubahan pola konsumsi energi masyarakat menjadi tantangan tersendiri di tengah upaya pemerintah memperluas energi hijau. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi publik yang mampu mendorong partisipasi aktif dalam penggunaan energi ramah lingkungan.

Esther menegaskan, masa depan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam transisi energi. Panas bumi bisa menjadi solusi strategis karena ketersediaannya yang melimpah dan sifatnya yang berkelanjutan.

Dengan dukungan pemerintah dan sinergi BUMN yang solid, Indonesia berpeluang menjadi pemain utama energi bersih di kawasan Asia. Sektor panas bumi tidak hanya mendukung pencapaian target bauran energi, tetapi juga menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi hijau yang tangguh.

Terkini