JAKARTA - PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), salah satu emiten konstruksi milik negara, melaporkan penurunan tajam pada pendapatan kuartal pertama 2025. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perseroan di Jakarta, pendapatan ADHI hanya mencapai Rp1,68 triliun, terkoreksi 36,10% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,63 triliun. Penurunan ini mencerminkan tantangan signifikan yang dihadapi ADHI dalam beberapa bulan awal tahun, terutama di tengah kondisi industri konstruksi yang masih mengalami tekanan.
Kontribusi terbesar terhadap pendapatan ADHI masih datang dari segmen teknik dan konstruksi yang menyumbang Rp1,3 triliun. Diikuti oleh segmen manufaktur sebesar Rp213,03 miliar, properti dan pelayanan sebesar Rp94,71 miliar, serta investasi dan konsesi yang mencatatkan kontribusi Rp67,69 miliar. Meski pendapatan turun, ADHI berhasil memangkas beban pokok pendapatan secara signifikan, yakni sebesar 40,68% secara tahunan menjadi Rp1,42 triliun, yang memungkinkan perseroan mencatatkan peningkatan laba kotor menjadi Rp255,15 miliar atau tumbuh 12,59% dibanding kuartal pertama 2024.
Kinerja laba usaha juga mencatatkan peningkatan. Setelah memperhitungkan beban usaha sebesar Rp186,85 miliar, laba usaha ADHI tercatat sebesar Rp68,3 miliar, tumbuh 19,35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun demikian, setelah dihitung dengan pendapatan dan beban lainnya, laba tahun berjalan merosot drastis menjadi hanya Rp6,72 miliar, turun 59,82% dibanding kuartal pertama tahun lalu yang sebesar Rp16,72 miliar.
Yang lebih mencolok, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menurun drastis hingga 96,88%. Dalam tiga bulan pertama 2025, ADHI hanya membukukan laba bersih sebesar Rp316,59 juta, dibandingkan dengan Rp10,15 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan signifikan pada tingkat profitabilitas perusahaan yang sebelumnya menjadi salah satu pemain utama dalam proyek-proyek infrastruktur strategis nasional.
Sementara itu, dari sisi likuiditas, kas dan setara kas ADHI juga mengalami penurunan signifikan hingga 74,63% secara tahunan. Per akhir Maret 2025, posisi kas hanya mencapai Rp1,62 triliun, padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai Rp6,42 triliun. Penurunan ini mengindikasikan bahwa arus kas operasional perseroan tengah menghadapi tantangan berat, kemungkinan akibat dari pembiayaan proyek yang belum sepenuhnya dibayar atau keterlambatan realisasi pembayaran dari pemberi kerja.
Dari sisi neraca keuangan, total aset ADHI mengalami sedikit penurunan sebesar 1,55% secara year to date (YtD) menjadi Rp34,49 triliun. Di sisi lain, liabilitas berhasil ditekan 2,17% menjadi Rp24,81 triliun, sementara ekuitas tercatat tumbuh tipis sebesar 0,07% menjadi Rp9,68 triliun. Meskipun terjadi tekanan pada sisi pendapatan dan kas, struktur keuangan ADHI tetap cukup solid dengan rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) yang masih dalam batas aman.
Menanggapi situasi keuangan yang menantang, ADHI tetap mematok target pertumbuhan perolehan kontrak baru pada tahun 2025. Perseroan menargetkan kenaikan kontrak baru sebesar 30%-40% dibandingkan capaian tahun 2024. Target ini mencerminkan optimisme ADHI dalam merespons berbagai peluang proyek infrastruktur, termasuk dari sektor pemerintah, BUMN, dan swasta.
Corporate Secretary ADHI, Rozi Sparta, menjelaskan bahwa komposisi kontrak baru tahun ini masih akan didominasi oleh lini bisnis engineering dan construction dengan porsi sekitar 84%. Sisanya berasal dari sektor properti sebesar 8%, manufaktur sebesar 6%, dan investasi serta konsesi sebesar 2%. "Sedangkan dari sisi pemberi kerja, porsinya 24% berasal dari pemerintah, 33% dari BUMN atau BUMD, 20% dari sektor swasta, 15% dari pinjaman, dan sisanya berasal dari internal ADHI," ungkap Rozi, dikutip dari laporan Kontan.
Terkait proyek strategis nasional seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Rozi menjelaskan bahwa hingga saat ini ADHI tengah menggarap 14 proyek yang terdiri dari delapan proyek infrastruktur dan enam proyek gedung. Beberapa proyek besar yang telah diselesaikan di IKN antara lain Pembangunan Dormitory PSSI, Pembangunan Rumah Tapak Jabatan Menteri, dan berbagai proyek penunjang lainnya. Namun, Rozi juga mengungkapkan bahwa sampai dengan kuartal pertama 2025 belum ada tender proyek baru di IKN yang dibuka. “Untuk tahun 2025, sampai dengan saat ini belum ada proyek IKN yang ditenderkan,” katanya.
Meski menghadapi penurunan signifikan dalam laba bersih dan arus kas, langkah efisiensi yang dilakukan ADHI terlihat mampu menjaga pertumbuhan laba usaha dan menahan laju penurunan kinerja keuangan lebih dalam. Strategi efisiensi ini diharapkan menjadi fondasi untuk memperkuat struktur keuangan dan mempercepat proses pemulihan di semester kedua tahun 2025. Fokus pada proyek-proyek strategis, peningkatan produktivitas, serta efisiensi operasional menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan industri konstruksi yang terus berubah.
Secara keseluruhan, ADHI menghadapi tahun 2025 dengan tantangan besar di tengah ketatnya kompetisi sektor konstruksi dan fluktuasi ekonomi global. Namun demikian, dengan strategi efisiensi dan target pertumbuhan kontrak baru yang ambisius, perseroan tetap optimistis dapat memperbaiki kinerja keuangan pada semester-semester mendatang. Dukungan pemerintah terhadap percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya proyek-proyek besar seperti IKN, juga menjadi faktor penting yang diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi pertumbuhan ADHI ke depan.