JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah strategis dalam memperkuat transformasi digital sektor perbankan Indonesia dengan meluncurkan pedoman Tata Kelola Kecerdasan Artifisial (AI) Perbankan Indonesia. Langkah ini ditujukan untuk mendorong pemanfaatan teknologi AI secara bertanggung jawab, etis, dan aman, serta untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat. Peluncuran pedoman tersebut dilakukan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, bersama para pimpinan asosiasi perbankan dalam sebuah acara resmi di Jakarta.
Dalam pernyataannya, Dian Ediana Rae menekankan pentingnya adopsi AI di sektor perbankan sebagai bagian dari transformasi digital nasional yang tidak hanya efisien, tetapi juga memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan keamanan sistem keuangan. Ia menegaskan bahwa teknologi AI memiliki potensi besar dalam mendorong efisiensi operasional perbankan, mulai dari interaksi dengan nasabah, pengembangan produk, pengelolaan risiko, hingga pencegahan kejahatan keuangan seperti penipuan. Namun demikian, Dian menekankan bahwa pemanfaatan teknologi ini harus diiringi dengan pengelolaan risiko yang terukur dan kerangka tata kelola yang kuat.
"AI memiliki potensi besar untuk mempercepat transformasi digital, baik dari sisi interaksi layanan kepada nasabah, pengembangan produk, manajemen risiko, hingga upaya pencegahan penipuan. Namun, penerapannya harus disertai dengan pengelolaan risiko yang efektif," ujar Dian dalam sambutannya.
Pedoman yang diluncurkan oleh OJK tersebut dirancang untuk menjadi panduan komprehensif bagi pelaku industri perbankan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem AI yang bertanggung jawab. Dokumen ini menekankan pentingnya penerapan tata kelola AI sepanjang seluruh siklus hidup teknologi, mulai dari perencanaan, desain, pengembangan, pengujian, implementasi, hingga evaluasi dan pemeliharaan. Selain itu, pedoman ini juga mengarahkan bank agar menerapkan teknologi AI sejalan dengan siklus bisnis mereka, demi memastikan bahwa setiap tahapan penggunaan AI dapat memberikan nilai tambah yang optimal serta melindungi hak dan kepentingan nasabah.
OJK menyatakan bahwa pedoman tata kelola ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan pelengkap dari berbagai kebijakan yang telah lebih dulu dikeluarkan dalam kerangka digitalisasi perbankan. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya adalah Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, serta Surat Edaran OJK (SEOJK) yang mengatur ketahanan siber dan tingkat kematangan digital bank. Dengan demikian, OJK menegaskan bahwa tata kelola AI ini akan melengkapi kerangka regulasi yang telah ada untuk memastikan bahwa sektor perbankan dapat berkembang secara inovatif namun tetap dalam koridor yang aman dan terkontrol.
Menariknya, pedoman tata kelola AI ini juga dirancang dengan mengacu pada praktik internasional terbaik. Beberapa referensi penting yang digunakan dalam penyusunan dokumen ini antara lain adalah AI Act dari Uni Eropa, pedoman dari Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), serta benchmark dari berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Jepang. Tidak hanya itu, pedoman ini juga selaras dengan regulasi nasional yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa OJK berkomitmen menghadirkan kerangka kerja tata kelola AI yang tidak hanya relevan secara nasional tetapi juga kompetitif secara global.
Dalam konteks implementasi, OJK menilai bahwa kecepatan perkembangan teknologi AI menuntut industri perbankan untuk bersikap adaptif dan terus berinovasi agar tidak tertinggal. Dian menyatakan bahwa perbankan perlu mengambil langkah strategis jangka panjang, termasuk konsolidasi, transformasi sistem teknologi informasi, serta penguatan sumber daya manusia agar mampu bersaing di era digital.
"Daya saing dan keberlanjutan bank di masa depan sangat tergantung pada kesiapan mereka dalam mengadopsi dan mengelola teknologi, termasuk AI, yang memang memerlukan investasi besar," tegas Dian.
Dian juga menekankan bahwa investasi di bidang teknologi, meskipun memerlukan komitmen biaya yang tinggi, akan memberikan dampak jangka panjang terhadap daya saing dan efisiensi industri perbankan nasional. Oleh karena itu, OJK mendorong setiap entitas perbankan untuk tidak hanya mengadopsi teknologi, tetapi juga memastikan bahwa sistem yang dikembangkan dapat dioperasikan secara bertanggung jawab, adil, transparan, dan akuntabel.
Dalam penutupnya, OJK berharap bahwa pedoman tata kelola AI ini akan menjadi acuan yang kuat bagi seluruh pelaku industri perbankan dalam membangun ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan. Ke depan, OJK juga berencana melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap implementasi AI di perbankan untuk memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang telah ditetapkan.
Langkah OJK dalam meluncurkan pedoman ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk asosiasi perbankan dan pelaku industri teknologi finansial. Mereka menilai bahwa inisiatif ini tidak hanya akan mempercepat integrasi teknologi digital di sektor keuangan, tetapi juga memberikan kepastian hukum dan panduan yang jelas bagi pengembangan teknologi yang inovatif namun tetap memprioritaskan keamanan dan perlindungan konsumen.
Dengan peluncuran pedoman Tata Kelola Kecerdasan Artifisial ini, OJK menegaskan peran sentralnya sebagai regulator yang adaptif terhadap perkembangan zaman dan siap memimpin arah digitalisasi sektor jasa keuangan Indonesia menuju masa depan yang inklusif, transparan, dan berdaya saing global.