JAKARTA - Investasi dari perusahaan Korea Selatan terus menunjukkan minat yang tinggi di Indonesia, khususnya dalam sektor strategis seperti hilirisasi nikel. Hal ini terlihat jelas dalam pertemuan yang berlangsung pada 29 April antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan delegasi Federation of Korean Industries (FKI). Dalam pertemuan tersebut, dibahas berbagai peluang kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan, dengan fokus pada sektor industri yang terus berkembang di Tanah Air.
Menteri Perindustrian Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan bahwa pertemuan dengan delegasi FKI berlangsung sangat positif dan berhasil mengkonfirmasi minat investor Korea Selatan untuk terus berinvestasi di Indonesia. “Kami berharap kerja sama ekonomi dan industri antara Indonesia dan Korea Selatan dapat semakin meningkat dan diperkuat. Hal ini juga mencerminkan kepercayaan investor terhadap potensi ekonomi Indonesia yang terus berkembang,” ujar Agus.
Salah satu pembahasan utama dalam pertemuan tersebut adalah niat EcoPro, produsen katode terkemuka dari Korea Selatan, untuk mengajukan proposal investasi kepada Danantara. Proposal ini berkaitan langsung dengan pengembangan hilirisasi nikel di Indonesia, yang akan dilanjutkan hingga menjadi produk katode. EcoPro berencana menggandeng Danantara untuk berpartisipasi dalam proyek investasi hilirisasi nikel ini, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi industri dalam negeri.
EcoPro sendiri bukanlah pemain baru di Indonesia. Perusahaan ini telah memiliki fasilitas produksi di Morowali, salah satu kawasan industri penting yang menjadi pusat pengolahan nikel di Indonesia. Selama dua tahun terakhir, EcoPro telah menggelontorkan dana sebesar US$300 juta untuk mendukung operasionalnya di Indonesia. “Ini menunjukkan komitmen perusahaan Korea Selatan untuk memperkuat keberadaannya di Indonesia, khususnya dalam pengolahan sumber daya alam seperti nikel,” ujar Agus Gumiwang.
Selain itu, Agus Gumiwang juga menyoroti kontribusi signifikan perusahaan-perusahaan Korea Selatan di sektor industri lainnya, seperti elektronik, otomotif, teknologi hijau, dan transformasi digital. Dalam pertemuan tersebut, berbagai topik strategis dibahas, termasuk pengembangan industri manufaktur lokal, industri hijau, serta potensi besar untuk industri halal. Delegasi FKI menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan Korea Selatan siap berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan ekonomi Indonesia melalui investasi, baik untuk pembangunan fasilitas produksi baru maupun ekspansi usaha yang sudah ada.
"Artinya, mereka masih melihat prospek Indonesia sebagai negara tujuan utama investasi sangat baik," jelas Agus. Hal ini semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai tujuan utama investasi asing, khususnya dari Korea Selatan yang terus berkomitmen mengembangkan proyek-proyek besar di berbagai sektor industri.
Salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar adalah industri otomotif, khususnya kendaraan listrik berbasis baterai (EV). Agus memberikan apresiasi terhadap komitmen Hyundai untuk membangun ekosistem EV secara menyeluruh di Indonesia. Ini mencakup segala aspek dari produksi hingga pengembangan infrastruktur pendukung kendaraan listrik. Beberapa perusahaan Korea Selatan juga memanfaatkan insentif fiskal yang diberikan pemerintah Indonesia untuk mendukung produksi EV, termasuk pengurangan Bea Masuk, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan PPN yang sangat menguntungkan bagi produsen kendaraan listrik.
Selain itu, di sektor industri hijau, Kemenperin bekerja sama dengan POSCO Research Institute untuk menyusun kebijakan dekarbonisasi di sektor industri Indonesia. Kerja sama ini akan berlangsung hingga 2025 dan bertujuan untuk mendukung Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada sektor industri. “Ini adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk menciptakan kebijakan yang ramah lingkungan, dan kami terus mendorong partisipasi aktif industri Korea dalam hal ini,” kata Agus.
Kemenperin juga terus mendorong keterlibatan industri Korea Selatan dalam sektor halal Indonesia, mengingat pasar halal yang berkembang pesat. Agus Gumiwang menyatakan bahwa Indonesia saat ini memiliki empat kawasan industri halal yang siap menampung investasi dari perusahaan-perusahaan asing, termasuk Korea Selatan. "Kami menyambut baik perusahaan Korea yang ingin mengembangkan bisnis di sektor makanan dan minuman halal, kosmetik halal, dan produk-produk halal lainnya," tambah Agus.
Pada 2024, total nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan mencapai US$20 miliar, dengan ekspor Indonesia ke Korea Selatan senilai US$10,76 miliar. Selain itu, investasi Korea Selatan di Indonesia tercatat sebesar US$2,98 miliar sepanjang tahun 2024. Data ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan ekonomi antara kedua negara dan semakin memperlihatkan peran penting Korea Selatan dalam sektor industri Indonesia.
Dengan adanya rencana investasi dan proyek-proyek yang sedang berjalan, seperti pengembangan hilirisasi nikel, industri kendaraan listrik, serta kontribusi sektor industri hijau dan halal, dapat dipastikan bahwa Indonesia akan terus menjadi tujuan utama bagi investor Korea Selatan. Terlebih lagi, hubungan yang baik antara kedua negara ini menciptakan peluang besar bagi Indonesia untuk lebih berkembang dalam bidang industri dan ekonomi, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat sektor manufaktur domestik.
Dengan minat yang terus meningkat dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan, sektor-sektor strategis di Indonesia berpotensi mendapatkan dorongan besar untuk berkembang lebih cepat, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat industri utama di kawasan Asia.