JAKARTA - Pasca tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menyampaikan usulan konkret untuk mengantisipasi potensi gangguan lanjutan di lintas penyeberangan Ketapang–Gilimanuk. Kejadian tersebut telah menimbulkan reaksi cepat dari berbagai pihak, termasuk pengawasan darurat yang menyebabkan ramp check serentak, pembatasan muatan, dan kehati-hatian lebih dalam penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, menyampaikan bahwa dampak dari kebijakan darurat ini sangat dirasakan di lapangan, di antaranya adalah antrean kendaraan logistik di Pelabuhan Ketapang yang mencapai lebih dari 30 kilometer, bahkan hingga ke waduk Sidodadi, Situbondo. Menurutnya, penumpukan logistik yang tidak segera terurai bisa memicu kerugian ekonomi dan tekanan sosial secara nasional.
Kebutuhan Solusi Terstruktur dan Berani
Khoiri menegaskan bahwa keselamatan pelayaran adalah hal yang tidak bisa ditawar. Namun, pendekatan darurat tanpa kesiapan sistemik dan infrastruktur yang mendukung justru berisiko melahirkan persoalan baru. Ia menilai, perlu adanya langkah menyeluruh dan berani yang melibatkan semua unsur, bukan hanya dari sektor pelayaran.
"Keselamatan itu mutlak, tapi kita butuh koordinasi yang terstruktur, jangan terjebak reaksi sepihak," ujarnya.
Oleh karena itu, Gapasdap mendorong agar pengambilan keputusan dalam situasi krisis seperti ini tidak dilakukan secara sepihak, tetapi melalui koordinasi antarlembaga secara menyeluruh. Menurutnya, hanya dengan pendekatan kolaboratif lintas sektor, pelayanan penyeberangan bisa tetap berjalan tanpa mengorbankan aspek keselamatan.
Rencana Kesepakatan Bersama Lintas Lembaga
Sebagai upaya konkret, Gapasdap mengusulkan diterbitkannya kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh sejumlah lembaga strategis. Kesepakatan ini melibatkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Darat Kementerian Perhubungan, Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Polri, BMKG, Basarnas, Gapasdap, serta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Menurut Gapasdap, kesepakatan tersebut akan mencakup pedoman teknis operasional terbatas, dokumen standar yang harus disiapkan petugas di pelabuhan, serta perlindungan hukum bagi petugas yang menjalankan tugas sesuai dengan protokol yang disepakati.
Inisiatif ini juga diharapkan dapat memperjelas garis tanggung jawab antarlembaga, sehingga dalam kondisi darurat sekalipun, pelayanan publik dapat terus berlangsung secara tertib dan aman.
Aturan Khusus di Dermaga LCM
Sebagai bagian dari upaya mitigasi risiko, Gapasdap juga menyoroti ketentuan khusus yang diberlakukan di dermaga jenis LCM (Landing Craft Machine). Di dermaga ini, kapal hanya diizinkan mengangkut kendaraan logistik dengan jumlah awak terbatas, yaitu maksimal satu sopir dan satu kernet per truk. Tidak diperkenankan adanya penumpang umum di kapal yang bersandar di dermaga tipe ini.
Langkah ini dinilai penting guna menjaga fokus pada distribusi logistik tanpa mengorbankan keselamatan. Selain itu, Gapasdap mendorong agar diskresi operasional dapat diterapkan untuk kapal yang memenuhi syarat teknis minimum, agar antrean kendaraan tidak menumpuk terlalu lama.
Pengetatan muatan juga diminta dilakukan secara bertahap, bukan sekaligus, guna menghindari gangguan mendadak dalam arus logistik. Hal ini dipandang sebagai solusi transisi menuju sistem yang lebih tertib dan aman di lintas penyeberangan.
Partisipasi Pengusaha dan Harapan terhadap Pemerintah
Dalam rangka mengurangi dampak lanjutan dari krisis, Gapasdap juga mengajukan sejumlah dukungan tambahan. Di antaranya adalah optimalisasi dermaga dan staging area, implementasi penuh terhadap kesepakatan bersama, serta pengawasan operasional harian secara konsisten.
Tak hanya itu, mereka mendorong agar BMKG menyediakan data cuaca secara real-time di kawasan perairan tersebut, sementara Basarnas diharapkan siaga 24 jam untuk merespons jika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat.
Khoiri menyatakan kesiapan pihaknya untuk berperan aktif dalam pelaksanaan serta evaluasi dari kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan ke depan. Ia juga berharap Menteri Perhubungan dapat terlibat langsung memimpin sinergi lintas sektor ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transportasi penyeberangan.