JAKARTA - Meningkatnya peran transportasi online dalam kehidupan masyarakat Indonesia menjadi dasar perlunya kebijakan yang mencerminkan keadilan dan keberlanjutan. Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, tengah merumuskan regulasi baru yang dirancang secara hati-hati dan inklusif guna menyesuaikan dengan perkembangan ekosistem digital yang pesat.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menjadi ujung tombak dalam inisiatif ini. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, menekankan bahwa proses perumusan kebijakan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat.
“Sebagai regulator, kami perlu menyerap informasi dari berbagai pihak agar bisa menghasilkan kebijakan yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Pertimbangan Sosial dari Jutaan Mitra Pengemudi
Salah satu alasan utama perlunya kebijakan yang matang adalah besarnya jumlah mitra pengemudi transportasi online yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut data yang disampaikan Aan, terdapat lebih dari 7 juta mitra ojek online yang menggantungkan penghidupan dari industri ini.
Jumlah tersebut tidak hanya menggambarkan tingginya ketergantungan masyarakat pada sektor ini, tetapi juga menandakan betapa besar pengaruh sosial dan ekonomi transportasi daring terhadap kehidupan harian warga. Tak hanya mitra pengemudi, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berkolaborasi dengan platform transportasi daring juga turut bergantung pada kestabilan sektor ini.
UMKM yang bergerak di bidang layanan makanan, pengiriman barang, hingga logistik skala kecil menjadi bagian dari ekosistem yang saling terhubung dan memerlukan dukungan regulasi yang menjamin keberlangsungan usaha mereka.
Perumusan Aturan Melibatkan Banyak Sektor
Kementerian Perhubungan menyadari bahwa penyusunan regulasi transportasi online tidak bisa dilakukan secara sektoral. Karena itu, sejumlah kementerian dan lembaga negara ikut dilibatkan dalam prosesnya. Di antaranya adalah Kementerian Komunikasi dan Digital, yang memiliki keterkaitan dengan aspek teknologi platform, serta Kementerian Ketenagakerjaan, yang fokus pada perlindungan kerja bagi para mitra pengemudi.
Isu-isu utama seperti keadilan tarif, perlindungan data pribadi, status hubungan kerja, dan transparansi algoritma tidak dapat ditangani oleh satu kementerian saja. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif dan lintas sektor dinilai paling relevan dalam konteks ini.
“Maka dari itu, kita perlu melihat seluruh sudut pandang dan penuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan,” tegas Aan.
Forum Diskusi Jadi Sarana Penguatan Regulasi
Sebagai bagian dari proses dialog dan penyusunan kebijakan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menggelar forum diskusi bertajuk ‘Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan’. Forum ini menjadi ajang penting untuk menjaring masukan dari para ahli, akademisi, dan praktisi kebijakan publik.
Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh seperti ekonom senior Piter Abdullah, pengamat transportasi publik Okto Risdianto Manullang, aktivis perlindungan konsumen Tulus Abadi, serta pengamat kebijakan publik Wijayanto Samirin. Hadir pula tokoh pendidikan dan transportasi, Ki Darmaningtyas, yang dikenal kritis terhadap pengelolaan transportasi nasional.
Melalui forum seperti ini, pemerintah berharap dapat menyusun aturan yang berpihak pada kepentingan publik, sekaligus melindungi keseimbangan ekosistem digital agar tetap stabil dan berdaya saing.
Menjaga Inovasi Tanpa Abaikan Perlindungan
Tantangan utama dalam merancang regulasi transportasi online adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara semangat inovasi dengan tanggung jawab perlindungan terhadap para pelaku industri. Pemerintah tidak ingin menghambat perkembangan teknologi, namun juga tidak bisa membiarkan pertumbuhan yang tidak terkendali menciptakan ketimpangan baru.
Aan menegaskan bahwa teknologi adalah keniscayaan. Tetapi dalam ekosistem digital yang berkembang cepat, semua pihak harus mendapat perlindungan yang memadai. Mulai dari kepastian status kerja, pembagian pendapatan yang adil, hingga perlindungan sosial dan jaminan hari tua.
Ia juga menyoroti pentingnya memperjelas hubungan kemitraan antara pengemudi dan platform. Selama ini, hubungan tersebut dinilai tidak selalu berimbang. Beberapa persoalan yang sering muncul antara lain ketidakjelasan sistem insentif, perubahan algoritma yang tidak transparan, serta tidak adanya jaminan pendapatan minimum.
Kebutuhan Akan Kepastian Hukum dan Masa Depan Regulasi
Di tengah perubahan yang sangat cepat di sektor digital, Kemenhub ingin memastikan bahwa regulasi yang dibuat tidak hanya responsif terhadap persoalan saat ini, tetapi juga adaptif terhadap masa depan. Regulasi tidak lagi dilihat sebagai alat pembatas, melainkan sebagai instrumen pengatur agar semua pihak memiliki posisi yang adil dalam sistem.
Aan menjelaskan bahwa regulasi yang sedang disusun juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. Para pengemudi membutuhkan kejelasan atas hak dan kewajiban mereka. Di sisi lain, perusahaan aplikasi juga membutuhkan landasan hukum yang pasti untuk mengembangkan inovasi tanpa menghadapi ketidakpastian regulasi yang bisa menghambat ekspansi dan investasi.
Dengan pendekatan kolaboratif dan partisipatif yang tengah dilakukan, pemerintah berharap bahwa regulasi transportasi digital di Indonesia akan mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menciptakan keadilan sosial yang nyata dalam praktiknya.