Harga Minyak Dunia Sentuh Level Tertinggi, Didukung Harapan Akhir Shutdown AS

Senin, 10 November 2025 | 11:04:52 WIB
Harga Minyak Dunia Sentuh Level Tertinggi, Didukung Harapan Akhir Shutdown AS

JAKARTA - Pergerakan harga minyak dunia kembali menunjukkan sinyal penguatan pada awal pekan ini. Dorongan utama datang dari meningkatnya optimisme pasar bahwa kebuntuan politik di Amerika Serikat akan segera berakhir dan aktivitas ekonomi kembali normal.

Kondisi tersebut menciptakan keyakinan baru di antara para pelaku pasar bahwa permintaan energi global, terutama dari konsumen minyak terbesar dunia, akan meningkat. Namun di sisi lain, kekhawatiran terhadap pasokan global yang berlebih masih membayangi pergerakan harga minyak internasional.

Pada perdagangan Senin, 10 November 2025, harga minyak mentah Brent naik 47 sen atau sekitar 0,74%, mencapai level 64,10 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ikut menguat 50 sen atau 0,84%, menembus harga 60,25 dolar AS per barel pada pukul 01.23 GMT.

Kenaikan harga minyak ini menandai pemulihan yang mulai terlihat setelah beberapa pekan terakhir pasar tertekan oleh ketidakpastian politik dan ekonomi global. Investor mulai menunjukkan kepercayaan diri baru bahwa aktivitas industri dan transportasi akan kembali meningkat setelah pemerintah AS kembali beroperasi.

Optimisme Pasar Meningkat Setelah Ada Kepastian dari Senat AS

Kabar positif datang dari Washington setelah Senat AS dikabarkan telah mencapai titik terang dalam proses pemungutan suara untuk membuka kembali pemerintahan federal. Shutdown yang telah berlangsung hingga 40 hari itu membuat banyak sektor terhenti dan menekan daya beli masyarakat Amerika.

Namun, langkah Senat menuju pemungutan suara akhir dianggap sebagai sinyal kuat bahwa kebuntuan ini akan segera berakhir. Dengan berakhirnya shutdown, sekitar 800.000 pegawai federal akan kembali bekerja dan mendapatkan gaji mereka, memulihkan roda ekonomi yang sempat tersendat.

“Pembukaan segera ini menjadi dorongan positif, mengembalikan gaji 800.000 pegawai federal dan memulai kembali program vital yang akan meningkatkan kepercayaan konsumen, aktivitas, dan belanja,” ujar analis pasar IG, Tony Sycamore.

Ia menambahkan, “Hal ini juga diharapkan dapat memperbaiki sentimen risiko di pasar dan mendorong harga WTI kembali ke sekitar 62 dolar per barel.” Pernyataan itu menunjukkan bahwa pasar mulai melihat prospek cerah dari pemulihan ekonomi AS pasca kebuntuan politik.

Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pelaku industri minyak global karena permintaan energi dari Amerika Serikat kerap menjadi penentu utama arah harga minyak dunia. Jika aktivitas ekonomi AS kembali meningkat, permintaan bahan bakar kemungkinan akan naik signifikan.

Bagi investor, kabar positif ini menjadi titik balik setelah tekanan panjang akibat ketidakpastian politik dan menurunnya konsumsi domestik. Dengan sentimen pasar yang mulai pulih, harga komoditas energi pun berangsur naik secara konsisten sejak awal pekan.

Pasokan Global Masih Jadi Isu Utama di Pasar Energi Dunia

Meski optimisme pasar meningkat, sejumlah analis memperingatkan bahwa masalah pasokan global masih bisa menahan laju kenaikan harga minyak. Pada pekan sebelumnya, Brent dan WTI masing-masing mencatat penurunan sekitar 2%, menjadikannya penurunan mingguan kedua secara berturut-turut.

Penurunan tersebut disebabkan oleh kekhawatiran terhadap potensi kelebihan pasokan di pasar internasional. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) baru-baru ini memutuskan untuk menambah produksi sedikit pada Desember mendatang.

Namun, kelompok produsen itu menunda kenaikan lebih lanjut pada kuartal pertama 2026 untuk menghindari banjir pasokan di pasar global. Kebijakan tersebut menunjukkan kehati-hatian OPEC+ dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar dan kestabilan harga.

Sementara itu, data menunjukkan bahwa persediaan minyak di Amerika Serikat terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Lonjakan stok ini turut menekan sentimen pasar karena menimbulkan kekhawatiran akan turunnya permintaan jangka pendek.

Selain itu, volume minyak yang berlabuh di perairan Asia dilaporkan meningkat dua kali lipat dibandingkan beberapa minggu sebelumnya. Kondisi tersebut muncul setelah sejumlah negara menghadapi pembatasan akibat sanksi Barat terhadap ekspor minyak Rusia.

Di sisi lain, pengolah minyak di India kini mulai beralih ke pasokan dari Timur Tengah dan Amerika. Langkah ini dilakukan untuk menggantikan pasokan Rusia yang terdampak sanksi internasional serta keterbatasan kuota impor dari kilang independen China.

Situasi ini memperlihatkan bagaimana perubahan geopolitik masih menjadi faktor utama yang memengaruhi dinamika harga energi global. Pasokan minyak mentah yang tidak stabil membuat pelaku pasar terus mencermati kebijakan dari negara-negara produsen utama.

Ketidakpastian dari Rusia dan Kebijakan Trump Tambah Tekanan Pasar

Kondisi pasokan global juga diperburuk oleh gangguan operasional di Rusia. Produsen besar asal negeri itu, Lukoil, tengah menghadapi kesulitan menjelang tenggat waktu 21 November yang mewajibkan perusahaan asing menghentikan bisnis dengan perusahaan minyak Rusia.

Rencana penjualan operasi Lukoil kepada pedagang energi asal Swiss, Gunvor, dikabarkan gagal, sehingga memperpanjang ketidakpastian di pasar. Gangguan tersebut memicu kekhawatiran baru bahwa pasokan minyak dari Rusia bisa semakin tidak menentu dalam beberapa minggu mendatang.

Keputusan politik Amerika Serikat juga menambah kompleksitas situasi global. Presiden Donald Trump memberikan pembebasan sanksi selama satu tahun kepada Hongaria untuk tetap dapat mengimpor minyak dari Rusia.

Langkah tersebut menuai reaksi beragam karena dianggap dapat memperlemah efektivitas sanksi internasional dan memperburuk kelebihan pasokan di pasar global. “Kebijakan ini menambah kekhawatiran tentang pasokan global yang berlebih,” ungkap Tony Sycamore.

Dengan kondisi yang dinamis tersebut, pelaku pasar kini berada di antara dua kekuatan besar: optimisme terhadap pemulihan ekonomi AS dan kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan minyak dunia. Kombinasi kedua faktor ini membuat harga minyak berpotensi bergerak fluktuatif dalam jangka pendek.

Di tengah gejolak pasar, sebagian analis menilai penguatan harga minyak yang terjadi saat ini masih bersifat sementara. Faktor fundamental seperti stabilitas pasokan dan keputusan OPEC+ pada kuartal pertama 2026 akan menjadi kunci penentu arah harga selanjutnya.

Harapan Baru Bagi Pasar Energi Global

Meningkatnya harga minyak dunia pada awal pekan menjadi sinyal positif bagi pasar energi global. Setelah menghadapi tekanan panjang akibat ketidakpastian politik, kini investor kembali menaruh harapan bahwa permintaan energi akan pulih secara bertahap.

Optimisme ini tidak hanya datang dari potensi berakhirnya shutdown pemerintah AS, tetapi juga dari prospek membaiknya kondisi ekonomi dunia pasca pandemi. Jika tren pemulihan ekonomi global terus berlanjut, permintaan energi diperkirakan meningkat dalam beberapa kuartal mendatang.

Meskipun tantangan masih ada, terutama terkait keseimbangan antara produksi dan konsumsi, pasar menunjukkan tanda-tanda adaptasi terhadap perubahan global. Penguatan harga minyak pada 10 November 2025 menjadi bukti bahwa kepercayaan investor terhadap stabilitas pasar mulai kembali.

Pasar kini menantikan kepastian lebih lanjut dari keputusan politik dan kebijakan energi di negara-negara besar. Jika situasi tetap terkendali, harga minyak dunia berpotensi bergerak stabil di kisaran 60 hingga 65 dolar AS per barel dalam waktu dekat.

Terkini