JAKARTA - Aktivitas penyeberangan di Pelabuhan Gilimanuk kembali terganggu akibat cuaca buruk yang melanda wilayah perairan Selat Bali. Kondisi ini berlangsung sejak beberapa hari terakhir, dengan gelombang tinggi dan angin kencang yang memaksa otoritas pelabuhan melakukan penutupan sementara layanan kapal ferry ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Pada Rabu dini hari, 30 Juli 2025, penyeberangan sempat dihentikan sekitar pukul 00.17 WITA karena cuaca yang kembali memburuk. Layanan baru bisa dibuka kembali pada pukul 01.30 WITA setelah kondisi dinyatakan cukup aman oleh petugas. Keputusan ini diambil demi menjamin keselamatan pelayaran bagi semua pengguna jasa.
Akibat penundaan tersebut, antrean kendaraan yang akan menyeberang terus bertambah, menciptakan kepadatan di area pelabuhan dan jalan utama menuju Gilimanuk. Terlihat truk logistik dan kontainer menjadi jenis kendaraan yang paling mendominasi antrean panjang tersebut.
Peningkatan volume kendaraan dan dampaknya
Antrean panjang kendaraan tidak hanya terjadi di dalam pelabuhan, namun juga meluas hingga ke jalur nasional Denpasar–Gilimanuk. Bahkan pada Rabu siang, barisan kendaraan tercatat mencapai area Masjid Mubarok Gilimanuk, yang berjarak cukup jauh dari pintu pelabuhan.
Situasi ini menciptakan tekanan tambahan pada arus lalu lintas di kawasan Bali bagian barat. Komandan Pos Angkatan Laut Gilimanuk, Letda Laut (P) Bayu Primanto, menyatakan bahwa penumpukan kendaraan dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem yang menyebabkan penyeberangan dihentikan berkali-kali dalam dua hari terakhir.
“Total sudah tiga kali layanan penyeberangan dihentikan dalam dua hari terakhir karena faktor keselamatan,” ungkap Letda Bayu saat ditemui di lokasi. Ia menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan kepolisian dan instansi terkait untuk mempercepat penguraian kepadatan kendaraan di sekitar pelabuhan.
Langkah koordinatif dari instansi terkait
Merespons kepadatan lalu lintas dan gangguan distribusi, sejumlah langkah teknis dan koordinatif dilakukan. Instansi pelabuhan, kepolisian, serta otoritas kelautan setempat berupaya menertibkan jalur antrean dan mengatur prioritas keberangkatan kapal.
Dhimas, petugas dari Syahbandar Gilimanuk, menjelaskan bahwa sistem buka-tutup memang harus diterapkan sebagai prosedur standar dalam kondisi cuaca buruk. Ia menyebutkan bahwa keselamatan pelayaran menjadi pertimbangan utama dalam setiap keputusan penghentian sementara.
“Angin kencang dan gelombang tinggi berpotensi membahayakan kapal maupun penumpang. Oleh karena itu, penundaan harus dilakukan demi keamanan,” jelasnya.
Selain itu, upaya percepatan penyeberangan dilakukan begitu cuaca dinyatakan mulai kondusif. Petugas mempercepat proses bongkar muat kapal dan mengatur rotasi keberangkatan lebih efisien, meskipun keterbatasan kapasitas tetap menjadi tantangan tersendiri.
Dampak logistik dan keluhan sopir angkutan
Jalur penyeberangan Gilimanuk–Ketapang merupakan salah satu jalur laut tersibuk di Indonesia karena menghubungkan Pulau Jawa dan Bali. Tidak hanya penumpang pribadi, jalur ini juga menjadi andalan utama distribusi barang kebutuhan pokok, logistik industri, hingga pasokan bahan bakar dan makanan ke Pulau Bali.
Tertundanya operasional pelayaran menyebabkan tertahannya ribuan ton logistik. Sejumlah sopir truk mengeluhkan lamanya waktu tunggu di area pelabuhan. Salah satu pengemudi yang ditemui menyatakan telah menunggu lebih dari lima jam tanpa kepastian jadwal keberangkatan.
“Kami sudah biasa menghadapi antrean, tapi kalau cuaca buruk terus, kami rugi waktu dan bahan bakar. Barang yang kami bawa juga bisa telat sampai tujuan,” ujar seorang sopir yang membawa muatan makanan cepat saji dari Jawa Timur.
Dampak lainnya adalah keterlambatan pengiriman barang-barang penting menuju Pulau Bali, yang bisa mengganggu rantai pasok sektor perdagangan, pariwisata, dan layanan publik.
Pelabuhan lain juga terdampak kondisi serupa
Bukan hanya Pelabuhan Gilimanuk yang mengalami kendala operasional. Di waktu yang hampir bersamaan, Pelabuhan Padangbai yang melayani penyeberangan fast boat ke Nusa Penida dan Lombok juga melaporkan gangguan serupa. Cuaca ekstrem menyebabkan beberapa layanan kapal cepat dibatalkan untuk sementara.
Sistem buka-tutup sebagai bentuk mitigasi risiko keselamatan diterapkan di sejumlah pelabuhan, termasuk Padangbai dan Ketapang. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor transportasi laut sangat rentan terhadap faktor cuaca yang tidak bisa diprediksi secara pasti.
Otoritas pelabuhan setempat menyatakan akan terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk memantau kondisi cuaca secara real-time. Mereka juga menghimbau pengguna jasa untuk mengakses informasi resmi dari otoritas sebelum melakukan perjalanan guna menghindari ketidakpastian dan kerugian waktu.