OJK

OJK Terapkan Kewajiban Agunan untuk Pinjaman Online di Atas Rp2 Miliar untuk Mitigasi Risiko

OJK Terapkan Kewajiban Agunan untuk Pinjaman Online di Atas Rp2 Miliar untuk Mitigasi Risiko
OJK Terapkan Kewajiban Agunan untuk Pinjaman Online di Atas Rp2 Miliar untuk Mitigasi Risiko

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan regulasi baru yang mengharuskan pemberian agunan untuk pinjaman online atau fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan nominal di atas Rp2 miliar. Keputusan ini tercantum dalam Rancangan Surat Edaran OJK tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. Rancangan edaran ini diperkirakan akan mulai berlaku dalam waktu satu tahun sejak ditetapkan.

Kebijakan mengenai kewajiban agunan tersebut ditujukan untuk pinjaman produktif, dengan tujuan utama memperkuat mitigasi risiko kredit dan mengurangi potensi terjadinya gagal bayar, terutama pada pinjaman dengan nilai tinggi yang dapat berdampak besar terhadap keberlanjutan penyelenggara dan perlindungan lender. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Lainnya OJK, Agusman, menjelaskan bahwa kebijakan agunan ini diperlukan untuk memastikan kelancaran dan keamanan industri pinjaman online. "Pada dasarnya, kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat mitigasi risiko kredit sebagai antisipasi potensi risiko default atau gagal bayar, terutama pembiayaan dengan nilai tinggi yang berdampak besar bagi perlindungan lender dan keberlanjutan penyelenggara," kata Agusman.

Agusman menambahkan bahwa kebijakan ini akan memberikan instrumen yang memungkinkan penyelenggara P2P lending untuk melakukan pemulihan dalam kasus gagal bayar. Berbeda dengan pinjaman bank yang sudah memiliki ketentuan agunan, selama ini P2P lending tidak pernah mengatur hal ini. "Dengan adanya agunan ini, penyelenggara P2P lending memiliki instrumen yang bisa digunakan untuk recovery jika terjadi wanprestasi dari penerima dana atau borrower, yang selama ini belum terjadi untuk recovery melalui mekanisme tersebut," jelasnya lebih lanjut.

Pinjaman sektor produktif memang menjadi tantangan utama bagi industri P2P lending, terutama dalam menjaga kualitas kredit. Berdasarkan data OJK, hingga November 2024, tercatat terdapat 21 penyelenggara P2P lending dengan tingkat kredit bermasalah atau TWP90 di atas 5%, yang mayoritas berasal dari penyelenggara yang fokus pada sektor produktif. Meskipun pembiayaan sektor produktif hanya menyumbang sekitar 30% dari total pembiayaan P2P lending, namun sektor ini menjadi kontributor utama dalam angka gagal bayar yang tinggi.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa pinjaman ke sektor produktif cenderung menimbulkan lebih banyak risiko. Huda menyebutkan bahwa data menunjukkan sektor produktif memang menyumbang angka gagal bayar yang lebih tinggi. "Dilihat dari data, penyaluran kredit ke badan usaha (sektor produktif) memiliki gagal bayar lebih tinggi. Jadi memang tidak menguntungkan untuk meminjamkan uang ke sektor produktif saat ini," kata Huda, menyoroti kesulitan dalam pengelolaan risiko yang dihadapi sektor ini.

Dengan adanya kewajiban agunan, diharapkan akan ada perubahan dalam cara penyelenggara P2P lending menangani risiko dan kredit bermasalah. Agunan dapat menjadi jaminan bagi lender (pemberi pinjaman) dan memberikan rasa aman bagi kedua belah pihak, baik lender maupun borrower. Ke depan, pengaturan agunan untuk pinjaman di atas Rp2 miliar ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan stabil di industri fintech P2P lending, sambil mengurangi tingkat gagal bayar yang merugikan berbagai pihak.

Keputusan OJK untuk memberlakukan kewajiban agunan ini juga menjadi langkah penting dalam memperkuat regulasi fintech di Indonesia. Industri fintech yang terus berkembang ini membutuhkan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa kegiatan pendanaan berbasis teknologi dapat berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi. Para pelaku industri diharapkan dapat mengikuti aturan baru ini dengan baik, yang pada gilirannya akan mendorong terciptanya pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dalam ekosistem keuangan digital di Indonesia.

Perubahan kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perlindungan konsumen dan memastikan bahwa para lender memiliki jaminan yang memadai. Meskipun implementasi kebijakan ini diperkirakan akan memakan waktu, namun dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan industri P2P lending akan semakin matang dan dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi sektor produktif dengan lebih bertanggung jawab.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index