Pasar Modal

Sell in May and Go Away Bisa Terjadi di Pasar Modal 2025, Berikut Penjelasan dari Mirae Asset Sekuritas

Sell in May and Go Away Bisa Terjadi di Pasar Modal 2025, Berikut Penjelasan dari Mirae Asset Sekuritas
Sell in May and Go Away Bisa Terjadi di Pasar Modal 2025, Berikut Penjelasan dari Mirae Asset Sekuritas

JAKARTA - Peribahasa "Sell in May and Go Away" yang sering kali terdengar di kalangan investor pasar modal diprediksi kembali relevan di tahun 2025, menurut proyeksi yang disampaikan oleh PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia. Pasar saham Indonesia, yang sering kali mengalami volatilitas tinggi pada periode ini, diprediksi akan menghadapi penurunan menjelang akhir kuartal kedua tahun ini. Hal ini disampaikan oleh Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, yang mengungkapkan alasan di balik kemungkinan terjadinya pola tersebut.

Kondisi Ekonomi Global yang Belum Stabil Menjadi Pemicu

Rully Arya Wisnubroto menjelaskan bahwa meskipun pasar saham Indonesia menunjukkan beberapa sinyal positif di awal tahun, kondisi ekonomi global yang masih belum sepenuhnya stabil menjadi faktor utama yang berpotensi membuat investor pasar modal memilih untuk melakukan aksi jual pada bulan Mei. "Mengingat belum sepenuhnya terrefleksi dengan ekonomi di kuartal-kuartal ke depan yang akan terus melambat, saya rasa dari segi fundamental perusahaannya juga pasti akan lebih melemah. Jadi saya rasa bisa terjadi," ungkap Rully dalam wawancara dengan Kompas.com pada Rabu, 7 Mei 2025.

Proyeksi ini mencerminkan pesimisme yang berkembang di kalangan pelaku pasar, baik domestik maupun global, terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang. Dalam pandangan Rully, pergerakan pasar yang cenderung fluktuatif dan adanya ketidakpastian global, seperti kenaikan suku bunga di berbagai negara besar dan dampaknya terhadap inflasi, akan menekan pasar saham Indonesia. "Meskipun ada optimisme di awal tahun, tetapi investor mulai merespons ketidakpastian ekonomi yang semakin besar," tambahnya.

Pergerakan Investor: Institusi Turun, Ritel Mengikuti?

Salah satu indikasi yang sudah terlihat adalah penurunan yang signifikan dalam partisipasi investor institusi di pasar saham. Rully mengungkapkan bahwa investor institusi sudah mulai terlihat menarik diri dan mengurangi eksposur mereka terhadap pasar saham Indonesia. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi pasar secara keseluruhan, terutama jika investor ritel mengikuti jejak yang sama. "Saat ini investor institusi memang sudah terlihat turun dan keluar dari pasar modal. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan diikuti dengan investor ritel yang akan keluar sejenak dari instrumen saham," ujar Rully.

Hal ini menunjukkan adanya pola umum yang sering terjadi di pasar modal, di mana ketika investor institusi mengambil langkah mundur, investor individu atau ritel sering kali akan mengikuti dengan mengambil posisi yang sama. Pasar saham Indonesia, meskipun telah berkembang dengan pesat, tetap memiliki keterkaitan yang erat dengan sentimen global, yang sering kali mendorong aksi jual atau pembelian secara massal.

Apa Itu "Sell in May and Go Away"?

Peribahasa "Sell in May and Go Away" sendiri adalah strategi investasi yang cukup dikenal di kalangan investor di pasar modal, terutama di negara-negara Barat. Konsep dasar dari ungkapan ini menyarankan para investor untuk menjual saham mereka pada bulan Mei, lalu menjauh sejenak dari pasar hingga menjelang bulan Oktober, tepatnya sekitar bulan November. Biasanya, periode ini dianggap sebagai waktu yang kurang menguntungkan untuk berinvestasi di pasar saham karena kondisi pasar yang lebih volatil dan kurang stabil.

Sejarah dari peribahasa ini bermula dari tradisi di Inggris yang menyarankan para investor dan pedagang untuk menjual aset mereka pada bulan Mei, lalu mengambil liburan panjang hingga kembali pada bulan September untuk menghadiri St. Leger’s Day, sebuah acara pacuan kuda bergengsi yang digelar di Doncaster, South Yorkshire. Meskipun istilah ini berasal dari Inggris, konsep tersebut kemudian menyebar luas ke pasar modal global, termasuk Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.

Kinerja Pasar Saham Indonesia pada Bulan Mei

Pasar saham Indonesia pada bulan Mei biasanya mencatatkan fluktuasi yang cukup besar, dengan banyaknya aksi jual yang dilakukan oleh investor yang khawatir terhadap penurunan kinerja ekonomi global. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari dampak dari kebijakan suku bunga yang lebih tinggi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Eropa, hingga ketidakpastian terkait dengan hasil laporan keuangan kuartalan perusahaan-perusahaan besar yang terdaftar di bursa saham Indonesia.

Rully menekankan bahwa meskipun ada kemungkinan besar bahwa aksi jual pada bulan Mei 2025 dapat terjadi, ini tidak berarti bahwa pasar saham Indonesia akan mengalami penurunan yang sangat tajam. "Mungkin ada yang terjadi penurunan, tapi tidak akan seperti crash pasar. Saya kira lebih kepada koreksi pasar yang sudah cukup dalam," jelasnya.

Tantangan yang Dihadapi Investor di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Ketidakpastian yang melingkupi perekonomian global, seperti dampak dari konflik geopolitik, inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, serta kebijakan moneter yang ketat, memberikan tantangan tersendiri bagi investor pasar modal di Indonesia. Oleh karena itu, investor di pasar saham Indonesia harus lebih cermat dalam menganalisis prospek jangka panjang dan mempertimbangkan untuk melakukan diversifikasi portofolio mereka agar lebih siap menghadapi fluktuasi pasar yang tinggi.

Dalam menghadapi ketidakpastian ini, Rully menyarankan agar investor lebih selektif dalam memilih saham yang memiliki fundamental yang kuat dan prospek yang cerah di masa depan. "Memang ada periode volatilitas tinggi seperti di bulan Mei, tetapi investor yang memiliki strategi investasi jangka panjang masih bisa memperoleh keuntungan meskipun pasar sedang menghadapi koreksi," pungkasnya.

Menghadapi "Sell in May and Go Away" dengan Strategi yang Tepat

Fenomena "Sell in May and Go Away" memang dapat terjadi pada tahun 2025, mengingat kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil dan prospek perlambatan ekonomi yang terus berlanjut. Investor di pasar modal Indonesia perlu lebih cermat dalam merespons pergerakan pasar dan memastikan bahwa mereka memiliki strategi yang tepat, termasuk diversifikasi portofolio dan pemilihan saham yang selektif.

Dengan memperhatikan indikator makroekonomi dan pergerakan pasar, investor dapat menghindari potensi kerugian yang besar dan memanfaatkan peluang yang ada. Mengingat sentimen pasar yang cenderung dipengaruhi oleh faktor global, investasi yang bijak dan penuh perhitungan akan menjadi kunci dalam menghadapi potensi koreksi pasar yang lebih besar pada bulan Mei mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index