Olahraga

Demam Lari Menyerang Anak Muda: Tren Olahraga yang Tak Bisa Diabaikan

Demam Lari Menyerang Anak Muda: Tren Olahraga  yang Tak Bisa Diabaikan
Demam Lari Menyerang Anak Muda: Tren Olahraga yang Tak Bisa Diabaikan

JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, olahraga lari telah menjelma menjadi gaya hidup yang kian digandrungi anak muda di perkotaan. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan tren kebugaran semata, tetapi juga menunjukkan bagaimana olahraga lari menjadi simbol gaya hidup sehat dan modern, bahkan sampai melahirkan istilah "FOMO lari"  singkatan dari Fear of Missing Out terhadap tren olahraga tersebut.

Tren ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari pengaruh media sosial hingga dorongan untuk tampil produktif dan bugar di tengah kesibukan perkotaan. Lari menjadi pilihan utama karena sifatnya yang praktis, murah, dan bisa dilakukan kapan saja serta di mana saja. Tak perlu peralatan mahal atau keanggotaan gym yang menguras kantong  cukup sepasang sepatu yang nyaman dan semangat untuk bergerak.

Fenomena ini sebenarnya mulai menguat sejak pandemi COVID-19 melanda dunia pada 2020. Di saat aktivitas fisik dalam ruangan sangat dibatasi karena protokol kesehatan, banyak orang mulai beralih ke olahraga luar ruangan yang relatif aman dan minim risiko penyebaran virus. Lari menjadi pilihan favorit karena bisa dilakukan secara individual dan mendukung protokol jaga jarak.

Kepedulian terhadap gaya hidup sehat pun meningkat drastis. Pandemi membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga daya tahan tubuh, dan olahraga teratur menjadi salah satu upaya utama. Lari yang sederhana dan efisien menjadi simbol perlawanan terhadap keterbatasan gerak saat itu.

Meski terlihat sederhana, olahraga lari ternyata memiliki aturan dan prinsip yang tidak boleh diabaikan. Salah satu tantangan terbesar dari tren ini adalah banyaknya orang yang langsung terjun ke aktivitas lari tanpa pemanasan atau evaluasi kondisi tubuh terlebih dahulu. Hal ini justru berpotensi membahayakan kesehatan, terutama bagi pemula dan mereka yang memiliki kondisi tubuh tertentu.

Salah satu perhatian serius datang dari dr. Tirta Mandira Hudhi, seorang dokter sekaligus influencer kesehatan. Dalam sebuah wawancara di podcast PWK, ia mengingatkan bahwa orang dengan obesitas tidak disarankan langsung melakukan olahraga berat seperti lari atau lompat-lompat karena berisiko merusak bantalan lutut. Ia menganjurkan alternatif yang lebih aman: berjalan kaki sebanyak 5.000 langkah per hari sebagai permulaan.

dr. Tirta juga menyoroti gejala "FOMO lari" yang kerap menjangkiti anak muda. Banyak yang merasa harus ikut tren dan tampil seolah-olah rajin berlari, padahal tidak semua tubuh siap untuk itu. Menurutnya, banyak kasus di mana orang yang sebelumnya tidak terbiasa berolahraga tiba-tiba langsung mencoba lari jarak jauh karena ingin tampil keren di media sosial, padahal tubuhnya belum terbiasa dengan aktivitas fisik tersebut.

Kondisi semacam ini bisa menimbulkan risiko serius, seperti cedera otot hingga serangan jantung mendadak. Analogi yang digunakan dr. Tirta cukup menggambarkan situasinya: seperti mesin motor yang lama tidak dipakai, tubuh juga perlu "dipanaskan" terlebih dahulu sebelum digunakan untuk aktivitas berat.

Lari memang memiliki segudang manfaat, seperti meningkatkan stamina, memperbaiki kualitas tidur, memperkuat tulang, menjaga kesehatan jantung, hingga membantu menurunkan berat badan. Namun, manfaat ini hanya bisa diraih jika dilakukan dengan benar dan konsisten, serta disesuaikan dengan kemampuan tubuh masing-masing individu.

Selain latihan fisik, aspek nutrisi juga menjadi bagian penting dari gaya hidup pelari. dr. Tirta menekankan pentingnya menjaga pola makan, khususnya membatasi asupan gula dan makanan tinggi lemak seperti gorengan. Ia mengingatkan bahwa konsumsi gula harus sesuai batas harian  yakni maksimal 36 gram atau 9 sendok teh untuk pria dewasa, dan 25 gram atau 6 sendok teh untuk wanita serta anak-anak usia 2–18 tahun. Asupan gula yang berlebih tidak hanya berkontribusi terhadap obesitas, tapi juga meningkatkan risiko diabetes.

Tak bisa dimungkiri bahwa tren ini juga berkembang berkat peran media sosial. Komunitas pelari kini menjamur di berbagai kota besar. Aktivitas lari bukan lagi sekadar olahraga, tetapi telah menjadi ajang aktualisasi diri. Banyak pelari yang mengunggah foto-foto mereka saat berlari di tengah kota atau taman, lengkap dengan outfit olahraga dan latar belakang pemandangan estetik.

Menariknya, di balik unggahan estetik tersebut, ternyata ada fotografer profesional yang sudah siap siaga di titik-titik tertentu untuk mengabadikan momen para pelari. Foto-foto itu kemudian bisa dibeli oleh pelari yang bersangkutan untuk diunggah ke akun media sosial pribadi mereka. Fenomena ini bahkan membuka peluang bisnis baru bagi para fotografer jalanan, yang kini turut menjadi bagian dari ekosistem komunitas lari urban.

Popularitas komunitas lari juga tidak lepas dari peran para influencer kebugaran. Mereka secara aktif mengunggah kegiatan lari mereka, membagikan tips, hingga memotivasi pengikutnya untuk ikut mencoba gaya hidup sehat. Efek domino ini mendorong semakin banyak orang  terutama anak muda  untuk ikut ambil bagian dalam tren ini, baik sebagai bentuk perawatan diri maupun sebagai sarana bersosialisasi.

Namun, di tengah euforia tren ini, penting untuk tetap menjaga kesadaran terhadap kondisi fisik dan mental masing-masing. Lari bukan ajang kompetisi antarindividu untuk terlihat bugar di media sosial, melainkan alat untuk meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh. Maka dari itu, siapa pun yang ingin memulai olahraga ini sebaiknya memulainya secara bertahap, dengan konsultasi terlebih dahulu jika perlu, dan tidak memaksakan diri demi konten atau eksistensi.

Sebagai penutup, tren olahraga lari di kalangan anak muda adalah hal yang positif, selama dilakukan dengan bijak dan penuh kesadaran. Olahraga ini bukan sekadar gaya hidup instan yang mengikuti arus media sosial, tetapi bisa menjadi investasi jangka panjang untuk kesehatan. Dan yang terpenting, jangan FOMO demi tren semata  kenali tubuhmu, pahami batasmu, dan lari lah dengan penuh kesadaran.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index