JAKARTA - Kondisi pasar minyak global kembali bergolak. Ketidakpastian yang muncul dari tertundanya ekspor minyak Irak-Kurdistan ke Turki menjadi salah satu pemicu utama penguatan harga minyak dunia pada Selasa, 23 September 2025.
Ketegangan tersebut meredakan kekhawatiran pasar bahwa pasokan minyak global akan membanjiri pasar dalam waktu dekat. Reaksi cepat pun terlihat dari pergerakan harga minyak mentah dunia.
Brent Crude tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,6 persen dan diperdagangkan pada harga US$67,63 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) naik 1,8 persen menjadi US$63,41 per barel.
Ekspektasi Pasokan Tambahan Gagal Terwujud
Kenaikan harga ini didorong oleh tertundanya kesepakatan ekspor minyak antara pemerintah Irak-Kurdistan dan Turki. Meskipun terdapat harapan akan adanya kesepakatan baru, kenyataannya ekspor belum juga dimulai.
Dua produsen minyak utama dari wilayah tersebut masih meminta jaminan pembayaran utang sebelum menyetujui kelanjutan ekspor melalui pipa yang menghubungkan ke Turki.
Situasi ini menghapus spekulasi sebelumnya yang sempat menyebutkan bahwa ekspor akan segera dimulai kembali. Akibatnya, pasar kembali menyesuaikan ekspektasinya terhadap ketersediaan pasokan global.
“Ini contoh nyata jangan menghitung barel sebelum dipompa. Pasar sempat melemah karena laporan adanya kesepakatan, dan kini rebound setelah kesepakatan tak tercapai,” ujar Phil Flynn, Analis Senior dari Price Futures Group.
Ancaman Kelebihan Pasokan Masih Membayangi
Meskipun harga minyak saat ini bergerak naik, bayang-bayang kelebihan pasokan global belum sepenuhnya hilang. Sejumlah analis bahkan menilai bahwa kondisi surplus masih berpotensi terjadi dalam jangka menengah hingga panjang.
Faktor-faktor struktural seperti peningkatan adopsi kendaraan listrik, pengembangan energi terbarukan, dan tekanan ekonomi global menjadi penyebab utama lemahnya permintaan minyak.
Dalam laporan bulanan terbarunya, Badan Energi Internasional (IEA) menyebutkan bahwa pasokan minyak global diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dari permintaan sepanjang tahun ini.
IEA juga memperingatkan bahwa tren surplus dapat terus berlanjut hingga tahun 2026 jika tidak ada penyesuaian besar dari sisi produksi.
Sentimen Geopolitik dan Risiko Sanksi Uni Eropa
Di sisi lain, faktor geopolitik terus menjadi elemen penting yang mempengaruhi dinamika pasar minyak dunia. Saat ini, Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan sanksi tambahan terhadap ekspor minyak dari Rusia.
Langkah ini merupakan bagian dari respons terhadap ketegangan geopolitik yang masih berlangsung di kawasan Eropa Timur.
Sanksi tambahan dapat mempersempit pasokan dari Rusia ke pasar global, yang pada gilirannya dapat kembali mendorong harga minyak naik, tergantung pada respons dari negara-negara pengimpor utama.
Pasar pun semakin sensitif terhadap perkembangan politik internasional, khususnya yang menyangkut negara-negara produsen minyak besar.
Kilang Minyak Jadi Target Serangan, Pasar Waspada
Selain ketegangan diplomatik, situasi keamanan di sekitar fasilitas produksi juga menjadi perhatian besar pelaku pasar. Serangan terhadap kilang minyak di wilayah Rusia yang diduga dilakukan oleh Ukraina telah meningkatkan kekhawatiran akan terganggunya suplai.
Pasar kini menaruh perhatian besar terhadap perkembangan terbaru di kawasan tersebut. Potensi kerusakan infrastruktur minyak dapat mengganggu aliran pasokan dan memperparah ketidakseimbangan pasar.
Selain itu, fokus pasar kini tertuju pada data stok minyak mingguan dari American Petroleum Institute (API). Informasi tersebut akan menjadi penentu arah harga dalam jangka pendek.
Phil Flynn menambahkan, pasar akan memberi perhatian khusus pada persediaan distilat sebagai bagian dari upaya membaca tren konsumsi menjelang musim dingin.
Ketegangan Baru Ubah Arah Pasar Minyak
Sebelumnya, sentimen pasar sempat mengarah ke tekanan harga akibat kabar bahwa ekspor dari Irak-Kurdistan akan segera dimulai. Namun, kegagalan mencapai kesepakatan justru menjadi titik balik pergerakan harga.
Pelaku pasar kini menyadari bahwa pengumuman belum tentu berujung pada realisasi. Hal ini membuat mereka lebih berhati-hati dalam menilai pergerakan harga berdasarkan isu-isu sementara.
Respons pasar yang cepat terhadap kabar tertundanya ekspor menjadi bukti bahwa ketegangan di sektor energi masih sangat rentan terhadap gejolak informasi.
Situasi ini juga menegaskan betapa pentingnya stabilitas politik dan ekonomi dalam menjaga keseimbangan pasokan energi dunia.
Harga Minyak Masih Akan Berfluktuasi
Melihat perkembangan terakhir, banyak analis meyakini bahwa harga minyak mentah akan tetap berfluktuasi dalam waktu dekat. Kombinasi antara ketidakpastian geopolitik, risiko sanksi, dan dinamika permintaan membuat arah harga sulit diprediksi.
Satu-satunya kepastian yang ada saat ini adalah ketidakpastian itu sendiri. Pasar global masih akan terus mencermati perkembangan dari Irak, Rusia, hingga kebijakan baru dari negara-negara pengimpor minyak utama.
Dengan fluktuasi harga yang terus terjadi, para pelaku industri harus tetap waspada dan merespons secara adaptif terhadap setiap perubahan yang muncul di pasar internasional.