JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI secara terbuka menyambut baik keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen. Langkah ini dinilai sejalan dengan proyeksi BNI dan dinilai mampu mendukung stabilitas ekonomi nasional serta memperkuat sektor perbankan ke depan.
"Kami menyambut positif penurunan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI hari ini. Kebijakan ini juga sesuai dengan estimasi kami," ujar Kepala Ekonom BNI, Leo Putera Rinaldy di Jakarta, Kamis, 22 Mei 2025.
Tiga Alasan Penurunan BI Rate
BNI mencatat, terdapat tiga faktor utama yang melatarbelakangi keputusan BI dalam menurunkan suku bunga acuan. Pertama adalah penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kedua adalah inflasi yang tetap terjaga dalam kisaran target BI, dan ketiga adalah perlambatan aktivitas ekonomi domestik.
Leo menyampaikan bahwa keputusan ini juga disertai dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial yang bertujuan menjaga likuiditas perbankan. Ini menjadi respons terhadap perlambatan pertumbuhan kredit serta perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di sektor perbankan.
"Penurunan BI-Rate ini juga diharapkan akan mendorong penurunan tingkat suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dari posisi terakhir yang berada di level 6,47 persen untuk tenor 12 bulan," jelas Leo.
Dampak ke Pasar Surat Berharga dan Stabilitas Rupiah
Lebih lanjut, Leo mengungkapkan bahwa penurunan BI-Rate juga memiliki potensi untuk menurunkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN), karena ekspektasi terhadap aliran dana asing yang masuk dan potensi pergeseran dana dari SRBI ke SBN.
Ia juga memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan tetap stabil, selama tidak ada perubahan signifikan terhadap risiko global. Stabilitas ini akan diperkuat dengan menurunnya permintaan valuta asing pasca periode pembayaran dividen dan utang luar negeri pada April dan Mei.
"Kami juga melihat potensi penurunan suku bunga perbankan dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga simpanan biasanya akan terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga kredit," ungkapnya.
Proyeksi Penurunan BI Rate Selanjutnya
Ke depan, BNI memperkirakan masih ada ruang untuk penurunan BI-Rate sebesar 25 basis poin lagi hingga akhir tahun 2025. Proyeksi ini didasarkan pada kondisi nilai tukar yang diperkirakan tetap stabil dan inflasi yang terkendali.
Seperti diketahui, Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20–21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen. Selain itu, suku bunga fasilitas simpanan (deposit facility) juga diturunkan sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga fasilitas pinjaman (lending facility) diturunkan ke level 6,25 persen.
Strategi BNI Hadapi Penurunan BI Rate
Sebagai respons atas keputusan BI, BNI menyiapkan strategi untuk mengoptimalkan kondisi suku bunga rendah ini guna mendorong ekspansi kredit yang berkualitas. Menurut Leo, strategi tersebut termasuk memperkuat segmen pembiayaan produktif, memperluas akses kredit UMKM, dan memperdalam kerja sama pembiayaan dengan sektor riil.
"Penurunan suku bunga ini menjadi peluang untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama sektor UMKM dan infrastruktur," katanya.
Ia juga menambahkan bahwa stimulus dari sisi moneter ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional serta mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang sempat melambat dalam beberapa kuartal terakhir.
Reaksi Pasar dan Implikasi Jangka Menengah
Pasar keuangan merespons positif keputusan ini. Beberapa analis menyatakan bahwa penurunan BI-Rate mempertegas sikap akomodatif bank sentral dalam menghadapi tekanan global, terutama dari ketidakpastian arah suku bunga global, fluktuasi harga komoditas, serta perlambatan ekonomi mitra dagang Indonesia.
Namun, BNI mengingatkan bahwa kebijakan moneter harus tetap dikawal dengan kebijakan fiskal yang tepat sasaran agar stimulus ini tidak sia-sia.
"Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting. Pemerintah perlu menjaga efisiensi belanja dan mendorong percepatan proyek strategis nasional agar manfaat penurunan suku bunga ini maksimal," ujar Leo.
Dukungan bagi Ekosistem Perbankan dan Likuiditas
Selain berfokus pada sektor kredit, BNI juga memanfaatkan kebijakan relaksasi makroprudensial BI untuk memperkuat likuiditas internal. Langkah ini dipandang penting untuk memastikan ketersediaan dana bagi ekspansi kredit dan menjaga stabilitas keuangan.
"Kami akan memanfaatkan ruang likuiditas tambahan dari pelonggaran kebijakan makroprudensial ini, guna menjaga efisiensi biaya dana dan mendukung ekspansi yang lebih selektif dan berkualitas," tuturnya.
Dengan menyambut positif langkah Bank Indonesia menurunkan BI Rate ke level 5,5 persen, BNI memandang hal ini sebagai sinyal kuat bagi pemulihan ekonomi domestik. Stabilitas nilai tukar, terkendalinya inflasi, serta dukungan terhadap likuiditas perbankan menjadi faktor kunci keberhasilan kebijakan ini.
"Penurunan BI Rate ini kami anggap tepat waktu dan strategis. Harapannya, ini bisa memberikan momentum baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan," tutup Leo.
Langkah strategis dari BNI ini menegaskan peran penting sektor perbankan dalam menyalurkan stimulus moneter ke sektor riil dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia secara menyeluruh.