Penurunan Tarif Listrik Memicu Deflasi Tahunan, Pemerintah Optimistis Menjaga Ekonomi

Selasa, 04 Maret 2025 | 11:24:23 WIB
Penurunan Tarif Listrik Memicu Deflasi Tahunan, Pemerintah Optimistis Menjaga Ekonomi

JAKARTA - Indonesia mencatatkan fenomena ekonomi yang jarang terjadi, yakni deflasi tahunan pada Februari 2025 sebesar 0,09 persen secara year-on-year (yoy). Kondisi ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang memberikan diskon tarif listrik besar-besaran. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi kali ini dipengaruhi oleh penurunan harga pada komponen administered price, di mana tarif listrik menjadi kontributor utama. “Diskon tarif listrik yang diberikan akan menyebabkan angka inflasi yang rendah dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Kebijakan diskon tarif listrik ini memang menjadi salah satu strategi pemerintah dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan memberikan potongan 50 persen pada tarif listrik sepanjang Januari dan Februari 2025, pemerintah berharap dapat memberikan stimulus yang signifikan terhadap perekonomian. Ini adalah bagian dari serangkaian paket kebijakan yang diimplementasikan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Selain dampaknya pada deflasi, kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi konsumsi masyarakat.

Komponen administered price atau harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 9,02 persen (yoy) pada bulan Februari. Sebaliknya, inflasi masih tercatat pada sejumlah komoditas seperti tarif air minum Perusahaan Air Minum (PAM) dan rokok. Di sisi lain, tren inflasi inti yang meliputi tarif jasa, perawatan pribadi, dan rekreasi masih menunjukkan penguatan dengan catatan 2,48 persen (yoy). Febrio mengungkapkan bahwa tren inflasi inti ini menandakan daya beli masyarakat yang masih terjaga dan tetap kuat.

Sementara itu, inflasi pangan bergejolak mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Faktor utama yang mempengaruhi inflasi pangan adalah terjaganya harga-harga pangan dengan catatan mencapai 0,56 persen (yoy).“Pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga pangan, terutama menjelang hari raya besar seperti Lebaran,” terang Febrio. Berbagai strategi, termasuk operasi pasar, gerakan pasar murah, serta pengawasan distribusi pangan, akan terus digalakkan untuk menjamin keterjangkauan harga.

Guna menopang daya beli masyarakat dalam aspek transportasi, pemerintah juga memberikan insentif berupa diskon tarif tol dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian tiket pesawat selama Ramadan. Kebijakan semacam ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan memastikan bahwa masyarakat dapat menikmati fasilitas publik dengan biaya yang lebih terjangkau.

Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa deflasi tahunan ini merupakan kali pertama dialami Indonesia sejak Maret 2000. Saat itu, deflasi didominasi oleh penurunan pada kelompok bahan makanan dengan tingkat deflasi sebesar 1,1 persen. "Menurut catatan BPS, deflasi year-on-year pernah terjadi pada bulan Maret 2000 dan didominasi oleh kelompok bahan makanan," jelas Amalia.

Pemerintah selalu waspada terhadap dampak makroekonomi dari fenomena deflasi ini. Meski deflasi dapat menguntungkan konsumen melalui harga barang dan jasa yang lebih rendah, namun bisa menandakan penurunan permintaan agregat yang perlu mendapat perhatian lebih. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus memantau perkembangan ini dan akan melakukan berbagai langkah untuk menstabilkan perekonomian bila diperlukan.

Fenomena deflasi yang terjadi di Indonesia pada awal 2025 mengingatkan kembali akan pentingnya keseimbangan antara kebijakan fiskal dan moneter dalam menjaga stabilitas ekonomi. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pemerintah optimistis bahwa langkah-langkah strategis akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk memanfaatkan kondisi ekonomi global yang dinamis dan terus beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Dengan demikian, daya beli masyarakat dapat tetap dijaga, dan fondasi ekonomi yang lebih kuat dapat terbentuk di masa mendatang.

Terkini