JAKARTA - Amerika Serikat dan Jepang resmi mencapai kesepakatan dagang baru yang secara signifikan menurunkan tarif impor, terutama untuk produk otomotif asal Jepang. Dari sebelumnya 27,5%, kini tarif dipangkas menjadi 15%. Tak hanya itu, bea masuk untuk sejumlah barang lainnya juga diturunkan dari 25% ke angka yang sama, 15%.
Kesepakatan ini berhasil mencegah penerapan tarif lebih tinggi yang sebelumnya dijadwalkan berlaku mulai awal Agustus. Presiden AS Donald Trump menyebut perjanjian ini sebagai salah satu pencapaian penting dalam sektor perdagangan internasional selama masa jabatannya.
Dalam pernyataannya, Trump menegaskan bahwa Jepang akan membuka lebih banyak akses pasar untuk produk-produk dari Amerika, termasuk mobil, truk, beras, dan sejumlah hasil pertanian lainnya. Selain itu, tarif timbal balik sebesar 15% juga menjadi bagian dari perjanjian tersebut.
Dampak pada Investasi dan Relasi Bilateral
Selain pengurangan tarif, perjanjian ini juga mencakup komitmen Jepang untuk menanamkan investasi sebesar $550 miliar di Amerika Serikat. Meski belum diuraikan secara rinci, investasi tersebut diperkirakan akan memperkuat sektor energi, manufaktur, dan infrastruktur AS.
Presiden Trump mengeklaim bahwa 90% dari keuntungan hasil kesepakatan ini akan mengalir ke Amerika Serikat. Pernyataan tersebut dilontarkan melalui platform Truth Social dan menjadi sinyal bahwa pemerintahan AS sedang berupaya memperkuat relasi dagang yang menguntungkan secara sepihak.
Di sisi lain, kepala negosiator Jepang, Ryosei Akazawa, juga menunjukkan sinyal positif. Ia mengunggah kunjungannya ke Gedung Putih melalui media sosial X, sekaligus mengonfirmasi berlangsungnya pembicaraan tingkat tinggi tersebut.
Langkah ini memperkuat posisi Jepang sebagai mitra ekonomi strategis AS, terutama dalam konteks geopolitik dan ekonomi global yang tengah mengalami ketegangan.
Reaksi Pasar dan Sentimen Ekonomi
Kabar tercapainya kesepakatan ini memicu reaksi positif di pasar keuangan global. Bursa saham Jepang, Nikkei, mencatat lonjakan sebesar 3,5%. Tak hanya itu, saham produsen otomotif Eropa seperti BMW, Porsche, Mercedes-Benz, Volkswagen, hingga Volvo Car ikut melonjak di kisaran 4–10%.
Saham Toyota dan Honda yang terdaftar di pasar Amerika juga mengalami kenaikan signifikan. Para investor menilai bahwa kesepakatan ini menjadi langkah realistis yang mampu meredam ketidakpastian pasar, terutama menjelang tenggat kenaikan tarif global.
Jim Reid dari Deutsche Bank mengatakan bahwa berita ini memberikan kelegaan bagi investor, meski ia tetap mengingatkan bahwa potensi tarif tinggi untuk kawasan lain seperti Uni Eropa, Kanada, dan Brasil masih menjadi risiko.
Tekanan Terhadap Mitra Dagang Lainnya
Kesepakatan AS–Jepang memberi sinyal kuat kepada mitra dagang utama lain seperti Uni Eropa dan Tiongkok. Jika tidak ada langkah diplomasi atau negosiasi baru, tarif tinggi hingga 30% bisa segera diberlakukan untuk negara-negara tersebut.
Tiongkok bahkan menghadapi ancaman lebih besar, yakni tarif hingga 145% yang berpotensi berlaku pertengahan bulan depan. Hal ini mendorong kekhawatiran bahwa ketegangan dagang yang sebelumnya mulai mereda bisa kembali meningkat dalam waktu dekat.
Derek Halpenny dari MUFG London memperkirakan bahwa tren tarif global akan berada di kisaran 10–15% untuk negara-negara ekonomi besar, sementara angka yang lebih tinggi diterapkan untuk negara berkembang atau mitra baru yang belum memiliki perjanjian dagang aktif.
Pro dan Kontra di Dalam Negeri Amerika
Meskipun kesepakatan ini disambut positif di pasar, tidak semua pihak di Amerika Serikat memberikan reaksi serupa. Matt Blunt, Presiden American Automotive Policy Council—yang mewakili General Motors, Ford, dan Stellantis menyatakan kekhawatirannya atas dampak jangka panjang terhadap industri otomotif dalam negeri.
Menurut Blunt, menurunkan tarif untuk kendaraan impor Jepang tanpa menuntut konten lokal AS akan merugikan produsen domestik dan para pekerja. Ia menyebut bahwa kesepakatan ini bisa menciptakan ketidakseimbangan dalam persaingan antara kendaraan rakitan luar negeri dan mobil produksi dalam negeri dengan kandungan komponen AS yang lebih tinggi.
Dalam konteks tersebut, tekanan politik dalam negeri bisa muncul seiring realisasi kesepakatan berjalan. Sementara itu, Trump telah mengisyaratkan kemungkinan kemitraan strategis lain dengan Jepang di sektor energi, termasuk proyek pipa gas di Alaska.