Harga Batu Bara Menguat Imbas Kebijakan PLTU Baru di China, Pasar Global Bergairah Meski Impor Menurun

Selasa, 15 April 2025 | 08:20:27 WIB
Harga Batu Bara Menguat Imbas Kebijakan PLTU Baru di China, Pasar Global Bergairah Meski Impor Menurun

JAKARTA - Harga batu bara dunia mengalami penguatan pada awal pekan ini, di tengah sentimen positif dari China yang menyatakan akan terus membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara hingga tahun 2027. Keputusan Negeri Tirai Bambu tersebut memberikan angin segar bagi pasar energi global yang sempat tertekan akibat fluktuasi permintaan dan peningkatan pasokan dari sejumlah negara produsen.

Berdasarkan data terkini, harga batu bara Newcastle untuk kontrak April 2025 naik sebesar US$ 0,65 menjadi US$ 95,5 per ton. Untuk kontrak Mei 2025 tercatat stabil di angka US$ 99 per ton, sementara kontrak Juni 2025 mengalami kenaikan sebesar US$ 0,55 menjadi US$ 102,8 per ton.

Tidak hanya di Newcastle, harga batu bara di pasar Rotterdam juga mencatatkan penguatan. Harga untuk kontrak April 2025 naik US$ 1,1 menjadi US$ 103,65 per ton, sedangkan kontrak Mei 2025 naik US$ 1,55 menjadi US$ 102,1. Sementara itu, kontrak Juni 2025 meningkat sebesar US$ 1,6 dan diperdagangkan pada level US$ 102 per ton.

China Dorong Sentimen Positif Pasar Batu Bara

Dikutip dari laporan Reuters, penguatan harga ini dipicu oleh keputusan strategis Pemerintah China yang secara resmi mengumumkan rencana melanjutkan pembangunan PLTU batu bara hingga 2027. Dalam pedoman kebijakan yang dirilis pada hari yang sama, China menyatakan bahwa proyek PLTU tersebut akan difokuskan di wilayah yang memerlukan tambahan pasokan listrik, khususnya saat permintaan memuncak atau ketika stabilitas jaringan nasional perlu dijaga.

Kendati demikian, pemerintah menegaskan bahwa PLTU yang akan dibangun hanya berfungsi sebagai pelengkap atau cadangan bagi sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Produksi energi terbarukan dinilai belum sepenuhnya stabil karena sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga PLTU diposisikan sebagai penyangga sistem kelistrikan nasional.

“PLTU baru yang dirancang harus fleksibel dalam pengoperasiannya dan mampu merespons lonjakan kebutuhan listrik secara cepat,” tulis pemerintah China dalam dokumen kebijakan tersebut.

Langkah ini menunjukkan bahwa meski China telah berkomitmen terhadap transisi energi bersih, batu bara tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari strategi ketahanan energi nasional, terutama untuk menjamin ketersediaan listrik pada masa krisis pasokan.

Konsumsi Batu Bara Diprediksi Memuncak 2028

Rencana pembangunan PLTU baru ini juga diperkuat oleh laporan dari Asosiasi Batu Bara China yang memproyeksikan bahwa konsumsi batu bara domestik baru akan mencapai puncaknya pada tahun 2028. Ini lebih lambat dibanding proyeksi sebelumnya yang memperkirakan puncak konsumsi akan terjadi pada 2025.

Perubahan proyeksi ini menjadi salah satu dasar penguatan harga di pasar global, karena menandakan bahwa permintaan terhadap batu bara—setidaknya dalam jangka menengah—masih akan terus ada dan berpotensi meningkat.

Namun, di sisi lain, data dari Administrasi Umum Kepabeanan China menunjukkan bahwa impor batu bara Negeri Tirai Bambu justru menurun pada Maret 2025. Volume impor tercatat sebesar 38,73 juta ton, turun 6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 41,38 juta ton.

Penurunan ini merupakan yang pertama secara tahunan sejak Maret 2022, tidak termasuk bulan Januari dan Februari yang biasanya dipengaruhi oleh perayaan Tahun Baru Imlek. Penurunan impor terjadi di tengah tingginya stok batu bara di pelabuhan dan lemahnya permintaan domestik, sehingga harga batu bara spot domestik jatuh ke titik terendah dalam empat tahun terakhir.

Menurut indeks harga batu bara Bohai-Rim, harga batu bara kalori sedang (5.500 kilokalori per kilogram) per 11 April 2025 berada di angka 676 yuan per ton, atau setara dengan sekitar US$ 92,70. Ini merupakan level harga terendah sejak Maret 2021.

Pasar Batu Bara Global Masih Fluktuatif

Meskipun penguatan harga di pasar berjangka memberi sinyal optimisme, pasar batu bara secara umum masih dibayangi ketidakpastian akibat dinamika permintaan dan pasokan global. Di satu sisi, kebijakan strategis dari China memberikan harapan atas keberlanjutan konsumsi batu bara dalam jangka menengah. Namun di sisi lain, tren penurunan impor dan lemahnya permintaan dalam negeri menunjukkan bahwa transisi energi tetap berjalan dan akan memberi tekanan terhadap konsumsi batu bara secara bertahap.

“Langkah China untuk tetap membangun PLTU memberi sinyal kuat bahwa mereka tidak sepenuhnya meninggalkan batu bara dalam waktu dekat. Namun, fleksibilitas dan sifat proyek sebagai cadangan energi memperlihatkan arah kebijakan mereka yang semakin hati-hati dan realistis,” tulis Reuters.

Para pelaku pasar pun kini mengamati kebijakan negara lain terkait batu bara, termasuk potensi peningkatan produksi dari Amerika Serikat, Indonesia, dan Australia. Ketersediaan pasokan global yang tinggi bisa kembali menekan harga apabila tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan.

Strategi Diversifikasi Energi Semakin Diperkuat

Di tengah volatilitas pasar batu bara, sejumlah negara, termasuk China, tetap mempercepat investasi pada energi terbarukan. Namun, tantangan intermitensi pada energi seperti surya dan angin membuat negara-negara tersebut belum sepenuhnya meninggalkan sumber energi konvensional.

Dalam jangka pendek, batu bara diperkirakan tetap menjadi bagian dari bauran energi, terutama di negara-negara berkembang yang masih membutuhkan sumber energi murah dan mudah diakses untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama batu bara dunia, perkembangan ini memberikan potensi peningkatan ekspor, meskipun tetap harus diimbangi dengan strategi keberlanjutan dan upaya diversifikasi produk energi nasional.

Penguatan harga batu bara global yang terjadi pada pekan ini menunjukkan bahwa komoditas ini masih memiliki peran strategis dalam sistem energi global. Meskipun tren transisi energi bersih terus berkembang, kebijakan dari negara besar seperti China menjadi indikator penting bahwa batu bara belum akan sepenuhnya ditinggalkan dalam waktu dekat.

Dengan pengawasan terhadap konsumsi dan pembangunan PLTU yang fleksibel serta terintegrasi dengan energi terbarukan, batu bara berpotensi tetap relevan selama masa transisi berlangsung. Namun demikian, fluktuasi harga tetap akan menjadi bagian dari dinamika pasar energi global yang semakin kompleks dan saling terhubung.

Terkini

14 Kebiasaan Buruk yang Mempercepat Penuaan Dini Tubuh

Senin, 22 September 2025 | 16:18:21 WIB

6 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium yang Perlu Diketahui

Senin, 22 September 2025 | 16:18:17 WIB

Tablet Redmi Pad 2 Pro: Layar 12,1 Inci dan Baterai Jumbo

Senin, 22 September 2025 | 16:18:15 WIB

Pesona Miyagi, Surga Alam dan Kuliner Otentik di Jepang

Senin, 22 September 2025 | 16:18:12 WIB