Pemerintah Dorong Flores Jadi Pusat Panas Bumi Nasional, Target Gantikan Diesel dan Kurangi Beban Subsidi

Selasa, 15 April 2025 | 08:30:03 WIB
Pemerintah Dorong Flores Jadi Pusat Panas Bumi Nasional, Target Gantikan Diesel dan Kurangi Beban Subsidi

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kembali ambisinya menjadikan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai “Pulau Panas Bumi” atau Geothermal Island. Langkah ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan bauran energi terbarukan nasional, tetapi juga sebagai strategi konkret untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pembangkit listrik berbahan bakar diesel yang selama ini membebani anggaran negara.

Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiyani Dewi, dalam acara Konferensi Pers The 11th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2025.

“Mudah-mudahan, Flores itu insya Allah bisa kita jadikan Geothermal Island. Jadi, di situ panas buminya luar biasa,” ungkap Eniya.

Panas Bumi Jadi Satu-satunya Opsi Realistis

Menurut Eniya, Pulau Flores memiliki cadangan panas bumi yang sangat besar dan unik, sehingga layak dijadikan pusat pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia Timur. Ia menegaskan bahwa pengembangan panas bumi adalah satu-satunya solusi energi terbarukan yang paling realistis untuk Flores, menggantikan peran bahan bakar diesel yang saat ini mendominasi pasokan listrik di wilayah tersebut.

“Satu-satunya anugerah dari alam yang bisa dimanfaatkan secara maksimal itu panas bumi,” tegasnya.

Kementerian ESDM telah mengevaluasi alternatif sumber energi lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun, hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi geografis dan iklim di Flores yang cenderung panas dan tandus—membuat pembangunan PLTA sangat sulit dilakukan. Sementara itu, penggantian diesel dengan PLTS memerlukan lahan sangat luas, yang juga menjadi tantangan tersendiri di pulau tersebut.

Beban Subsidi BBM Capai Rp1 Triliun di Flores

Selain alasan teknis dan geografis, proyek panas bumi di Flores juga didorong oleh pertimbangan fiskal. Eniya mengungkapkan bahwa konsumsi bahan bakar diesel untuk pembangkit listrik di Flores menjadi beban besar bagi anggaran negara dalam bentuk subsidi energi.

“Dalam satu tahun, untuk di kawasan Flores saja, beban subsidi BBM-nya mencapai Rp1 triliun. Itu hanya untuk Flores saja, yang skalanya kecil. Inilah yang mendorong kami untuk bisa menggolkan proyek panas bumi di sana,” terang Eniya.

Ia juga menekankan bahwa ketergantungan terhadap PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) bukan solusi jangka panjang, baik dari sisi ekonomi maupun keberlanjutan lingkungan. Dengan mengganti PLTD menggunakan PLTP, pemerintah berharap bisa memangkas beban subsidi sekaligus mendorong pemerataan energi bersih di kawasan timur Indonesia.

Tantangan Sosial dan Penolakan Masyarakat

Namun, ambisi pemerintah tersebut tidak lepas dari tantangan sosial. Sejumlah kelompok masyarakat, organisasi adat, hingga lembaga keagamaan di Flores, terutama Gereja Katolik, telah menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak sosial dan lingkungan dari proyek-proyek panas bumi yang mulai dikembangkan di wilayah tersebut.

Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Nomor 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Flores sebagai “Pulau Panas Bumi”, berbagai aksi demonstrasi dan penolakan muncul sebagai respons atas sejumlah proyek panas bumi seperti di wilayah Mataloko (Ngada), Poco Leok, dan Wae Sano.

Penolakan tersebut dilandasi kekhawatiran bahwa proyek PLTP akan menimbulkan kerusakan lingkungan, mengganggu struktur sosial masyarakat adat, dan tidak sepenuhnya melibatkan partisipasi publik dalam perencanaan.

Eniya tak menampik adanya gejolak tersebut. “Memang ada sedikit masalah, kami mengakui,” ujarnya.

Pendekatan Dialogis dan Kolaboratif

Menghadapi situasi tersebut, Kementerian ESDM memilih jalur dialog sebagai solusi utama. Eniya menjelaskan bahwa pemerintah secara aktif menjalin komunikasi dengan berbagai pihak untuk membangun pemahaman dan mencari solusi bersama.

Ia menyebutkan bahwa Kementerian ESDM telah berkoordinasi secara intens dengan Keuskupan Ende, serta perusahaan-perusahaan pengembang panas bumi seperti PT Sokoria Geothermal Indonesia, PT PLN, dan PT Daya Mas Geopatra Energi.

“Komunikasi berlangsung dengan baik,” kata Eniya.

Guna memperkuat pendekatan ini, Eniya bersama Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung merencanakan kunjungan langsung ke NTT dalam waktu dekat. Kunjungan tersebut bertujuan untuk melanjutkan diskusi dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan lokal lainnya secara lebih terbuka.

Target Pemerintah: Listrik Bersih, Mandiri, dan Merata

Penetapan Pulau Flores sebagai “Geothermal Island” bukan semata proyek energi, melainkan bagian dari upaya strategis nasional dalam membangun kemandirian energi berbasis sumber daya lokal. Melalui pengembangan panas bumi, pemerintah berharap mampu meningkatkan rasio elektrifikasi, memperluas akses terhadap energi bersih, serta menciptakan lapangan kerja baru di daerah tertinggal.

“Dengan memanfaatkan potensi panas bumi, kita tidak hanya membangun energi bersih, tetapi juga memperkuat kedaulatan energi nasional,” kata Eniya.

Ia juga menambahkan bahwa pengembangan PLTP secara terintegrasi akan mendorong tumbuhnya investasi hijau di kawasan timur Indonesia dan menjadi model percontohan bagi daerah lain yang memiliki potensi serupa.

Perlu Sinergi untuk Sukseskan Proyek

Kementerian ESDM menyadari bahwa proyek panas bumi di Flores bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan sinergi erat antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat, tokoh adat, dan pelaku usaha agar program ini berjalan secara adil, transparan, dan berkelanjutan.

Jika berhasil, Flores dapat menjadi pionir dalam pengembangan energi terbarukan nasional sekaligus simbol sukses transisi energi di kawasan timur Indonesia. Namun, keberhasilan tersebut hanya bisa dicapai jika seluruh pihak terlibat aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek.

“Flores adalah laboratorium energi panas bumi Indonesia. Kita harus menjaganya agar tetap harmonis antara alam, teknologi, dan manusia,” tutup Eniya.

Dengan dorongan kuat dari pemerintah dan pendekatan yang inklusif, proyek Pulau Panas Bumi di Flores berpotensi menjadi babak baru dalam perjalanan energi bersih Indonesia.

Terkini

14 Kebiasaan Buruk yang Mempercepat Penuaan Dini Tubuh

Senin, 22 September 2025 | 16:18:21 WIB

6 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium yang Perlu Diketahui

Senin, 22 September 2025 | 16:18:17 WIB

Tablet Redmi Pad 2 Pro: Layar 12,1 Inci dan Baterai Jumbo

Senin, 22 September 2025 | 16:18:15 WIB

Pesona Miyagi, Surga Alam dan Kuliner Otentik di Jepang

Senin, 22 September 2025 | 16:18:12 WIB