JAKARTA - Harga minyak dunia mulai menunjukkan tanda-tanda penguatan setelah mengalami tekanan sepanjang bulan April. Penguatan ini dipicu oleh berbagai dinamika global, termasuk langkah Amerika Serikat dalam meredakan tensi perang dagang, serta pertemuan diplomatik yang menjanjikan antara AS dan Iran yang membuka peluang pelonggaran pembatasan terhadap ekspor minyak mentah Iran. Situasi ini memberikan angin segar bagi pasar energi global yang sempat terguncang oleh kekhawatiran resesi dan ketidakseimbangan pasokan-permintaan.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat bergerak stabil di kisaran US$61,50 per barel, sementara minyak Brent masih bertahan di bawah US$65. Kestabilan harga ini terjadi di tengah membaiknya sentimen pasar menyusul keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menunda pengenaan tarif impor terhadap beberapa produk elektronik. Langkah ini disambut positif oleh pasar karena mengurangi ketegangan yang sebelumnya meningkat akibat kebijakan proteksionis AS dalam perang dagang global, khususnya dengan China.
Sinyal positif juga datang dari data konsumen Amerika yang menunjukkan prediksi inflasi akan meningkat dalam satu tahun mendatang. Data ini cukup mengejutkan pelaku pasar karena berpotensi menekan harga minyak berjangka. Namun, reaksi pasar tetap terjaga karena adanya sentimen optimisme terkait upaya diplomatik antara AS dan Iran yang bisa berdampak langsung pada pasokan minyak global.
Pertemuan penting antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan Iran digelar pada akhir pekan lalu di Oman. Diskusi yang berlangsung digambarkan sebagai "konstruktif" oleh kedua belah pihak. Ini menjadi titik terang dalam upaya penyelesaian kebuntuan terkait program nuklir Iran yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pertemuan tersebut merupakan keterlibatan tingkat tinggi pertama sejak tahun 2022, dan mengindikasikan kemungkinan meningkatnya pasokan minyak mentah dari Iran—anggota penting dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Kedua negara sepakat untuk melanjutkan dialog, membuka peluang terbentuknya kesepakatan baru yang dapat melonggarkan sanksi terhadap minyak Iran. Jika hal ini terjadi, pasar global berpotensi menerima tambahan pasokan yang signifikan, yang secara langsung akan mempengaruhi harga dan keseimbangan pasar minyak dunia.
Namun, dari sisi permintaan, kekhawatiran tetap menghantui para pedagang. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas proyeksi pertumbuhan konsumsi minyak global tahun ini sebesar 100.000 barel per hari. Penurunan proyeksi ini juga didukung oleh pemangkasan lebih besar dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA), yang mencerminkan melemahnya permintaan seiring perlambatan ekonomi global.
Dalam catatan terbarunya, JPMorgan Chase & Co. menurunkan perkiraan harga minyak Brent untuk tahun ini menjadi US$66 per barel. Perusahaan tersebut memperkirakan tren harga akan cenderung lemah sepanjang tahun akibat ketidakpastian ekonomi dan sentimen negatif pasar terhadap perang dagang. “Kerugian harga minyak bulan ini merupakan bagian dari reaksi pasar yang luas terhadap eskalasi perang dagang global,” tulis Tracey Allen, analis JPMorgan.
Lebih lanjut, Allen menjelaskan bahwa aksi jual besar-besaran tidak hanya terjadi pada minyak mentah, tetapi juga pada komoditas lain dan pasar saham. Investor menarik dana dari pasar energi dalam skala besar, yang terlihat dari aliran keluar bersih senilai US$2 miliar dalam pekan yang berakhir pada 11 April. Aksi ini menunjukkan kehati-hatian investor dalam menghadapi ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global yang kian kompleks.
Sementara itu, para analis dari Goldman Sachs Group Inc. memperingatkan bahwa pasar minyak global kemungkinan akan mengalami kelebihan pasokan yang signifikan. “Meski pun pasar telah memperhitungkan beberapa peningkatan persediaan di masa depan, kami memperkirakan surplus yang besar,” ujar Daan Struyven, analis utama Goldman Sachs. Ia dan timnya memperkirakan bahwa kelebihan pasokan bisa mencapai 800.000 barel per hari pada tahun ini, dan Brent diprediksi akan berada di rata-rata US$63 per barel untuk sisa tahun 2025.
Ketidakstabilan harga minyak selama April juga diperparah oleh keputusan mengejutkan dari OPEC+ yang mengembalikan produksi lebih cepat dari jadwal semula. Keputusan ini dianggap memperburuk kondisi pasar yang sebelumnya sudah jenuh akibat kekhawatiran terhadap pelambatan ekonomi dan lemahnya permintaan energi. Keputusan ini juga dinilai sebagai sinyal bahwa produsen minyak utama tengah berupaya mempertahankan pangsa pasar, meski harus menghadapi risiko kelebihan pasokan.
Di sisi lain, pergerakan nilai tukar dolar AS dan imbal hasil Treasury juga memperlihatkan anomali. Kedua aset yang biasanya dianggap sebagai tempat aman saat krisis justru mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pasar tengah mengalami ketidakpastian yang tinggi, di mana investor belum menemukan arah yang jelas untuk menempatkan dana mereka. Ketidakpastian ini turut membebani sentimen investor terhadap komoditas energi seperti minyak mentah.
Secara keseluruhan, dinamika harga minyak saat ini berada pada persimpangan penting yang sangat dipengaruhi oleh faktor geopolitik, kebijakan perdagangan, dan ekspektasi makroekonomi. Sentimen pasar yang terus berubah-ubah menjadikan harga minyak sangat sensitif terhadap setiap perkembangan baru, baik dari sisi diplomatik maupun kebijakan produksi energi global.
Jika diplomasi antara AS dan Iran terus berkembang positif dan berujung pada pelonggaran sanksi, maka pasokan minyak dari Iran dapat meningkat signifikan. Namun, ini bisa mengancam harga jika tidak dibarengi dengan peningkatan permintaan global yang seimbang. Di sisi lain, pemangkasan proyeksi permintaan oleh OPEC dan EIA menunjukkan bahwa pasar masih harus menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan fundamental energi.
Stabilitas harga minyak dunia dalam beberapa pekan ke depan akan sangat bergantung pada kelanjutan dialog diplomatik, keputusan kebijakan OPEC+, serta arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Di tengah ketidakpastian ini, pelaku pasar dituntut untuk tetap waspada dan adaptif terhadap setiap pergeseran dinamika global yang dapat memengaruhi arah pasar energi.