Minyak

Harga Minyak Dunia Anjlok, Ekspektasi Produksi Lebih Besar dari OPEC+ Jadi Pemicu Utama

Harga Minyak Dunia Anjlok, Ekspektasi Produksi Lebih Besar dari OPEC+ Jadi Pemicu Utama
Harga BBM Turun Hingga Rp700 di Kota Serang, Warga Sambut Antusias: Ini Daftar Harga Terbaru Pertamax dan Dexlite

JAKARTA -  Harga minyak dunia kembali mengalami penurunan tajam pada Rabu waktu setempat, didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+. Penurunan ini mempertegas tren pelemahan harga minyak mentah global dalam beberapa pekan terakhir, di tengah ketidakpastian geopolitik dan isu ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan energi dunia.

Mengutip laporan dari Reuters, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2025 mengalami penurunan signifikan sebesar US$1,40 atau setara 2,2 persen, sehingga menetap pada level US$62,27 per barel di bursa New York Mercantile Exchange (NYMEX). Sementara itu, harga minyak mentah Brent yang menjadi acuan global juga turut melemah sebesar US$1,32 atau sekitar 1,96 persen, ditutup di angka US$66,12 per barel di London ICE Futures Exchange.

Penurunan harga tersebut dipicu oleh indikasi bahwa OPEC+ organisasi yang terdiri dari negara-negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia akan meningkatkan produksi minyak untuk bulan kedua secara berturut-turut pada Juni mendatang. Sinyal ini memicu reaksi pasar yang khawatir bahwa pasokan yang membanjiri pasar dapat menekan harga lebih dalam lagi.

Beberapa analis memperkirakan bahwa peningkatan produksi ini bisa menjadi respons terhadap dinamika geopolitik serta kebutuhan beberapa negara anggota OPEC+ untuk menyeimbangkan anggaran mereka. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran mengenai potensi kelebihan pasokan di pasar global, terlebih ketika permintaan masih belum menunjukkan pemulihan yang kuat di sejumlah wilayah dunia.

“Ekspektasi bahwa OPEC+ akan kembali meningkatkan produksi mereka menjadi tekanan utama pada harga minyak minggu ini,” ujar seorang analis energi senior yang dikutip oleh Reuters. Ia menambahkan bahwa ketidakharmonisan internal dalam organisasi tersebut terkait kepatuhan terhadap kuota produksi juga memperbesar ketidakpastian di pasar.

Perselisihan di dalam OPEC+ memang menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Beberapa negara diketahui tidak sepenuhnya mematuhi batas produksi yang telah disepakati bersama. Situasi ini memperkeruh koordinasi dan efektivitas kebijakan produksi bersama yang selama ini menjadi tumpuan dalam menjaga keseimbangan harga.

Selain faktor ekspektasi produksi OPEC+, laporan mingguan yang dirilis oleh Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat turut membatasi ruang gerak harga minyak untuk kembali menguat. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa cadangan minyak mentah AS meningkat sebesar 244.000 barel pada pekan yang berakhir 18 April, sehingga total cadangan mencapai 443,1 juta barel.

Kenaikan cadangan ini menambah tekanan pada harga karena mengindikasikan bahwa pasokan minyak di pasar domestik AS masih sangat mencukupi, bahkan cenderung berlebih. Peningkatan stok yang konsisten ini menjadi sinyal bahwa permintaan dalam negeri masih belum kembali ke level normal pasca tekanan ekonomi global.

“Peningkatan persediaan minyak di AS menjadi indikator bahwa pasar masih berlimpah pasokan, dan ini menjadi alasan lain mengapa investor kembali menjual posisi mereka di pasar minyak,” jelas analis komoditas lainnya yang turut diwawancarai Reuters.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, termasuk kemungkinan perlambatan ekonomi di beberapa kawasan seperti Eropa dan Asia, juga turut berkontribusi terhadap pelemahan permintaan minyak dunia. Inflasi yang masih tinggi dan suku bunga acuan yang belum menurun di sejumlah negara turut menekan aktivitas industri dan transportasi, yang berimbas pada konsumsi energi.

Sementara itu, investor dan pelaku pasar minyak mentah kini tengah menantikan pertemuan lanjutan dari OPEC+ yang dijadwalkan dalam beberapa minggu mendatang. Pertemuan ini akan menjadi momen krusial untuk menentukan arah kebijakan produksi ke depan, terutama dalam menyikapi kondisi pasar yang semakin dinamis.

Keputusan OPEC+ dalam pertemuan mendatang akan sangat menentukan apakah harga minyak bisa kembali stabil atau justru semakin tertekan. Jika organisasi tersebut tetap pada rencana untuk meningkatkan produksi, maka tidak menutup kemungkinan harga akan terus berada dalam tekanan hingga kuartal kedua 2025.

Secara historis, harga minyak dunia sangat sensitif terhadap pernyataan atau kebijakan dari OPEC+. Organisasi ini memiliki peran besar dalam mengatur keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak di pasar internasional. Maka dari itu, setiap keputusan atau bahkan sinyal kecil dari anggota OPEC+ selalu menjadi sorotan pelaku pasar dan media internasional.

Situasi ini membuat para pelaku industri, termasuk perusahaan minyak, importir, hingga pemerintah yang tergantung pada ekspor energi, harus lebih berhati-hati dan responsif terhadap perkembangan pasar. Dalam jangka pendek, volatilitas harga minyak diperkirakan akan tetap tinggi, seiring dengan ketidakpastian yang masih membayangi arah produksi dan permintaan global.

Secara keseluruhan, penurunan harga minyak pada pekan ini mencerminkan kombinasi dari beberapa faktor: ekspektasi peningkatan produksi OPEC+, ketegangan internal organisasi, lonjakan cadangan minyak AS, serta perlambatan ekonomi global. Kombinasi ini menciptakan tekanan berlapis yang membuat pasar minyak berada dalam kondisi sensitif dan mudah bergejolak.

Sebagai penutup, pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan pertemuan OPEC+, laporan mingguan cadangan minyak AS, serta tren ekonomi global guna mengantisipasi arah pergerakan harga energi ke depan. Seperti yang dinyatakan oleh sumber Reuters, “Dalam situasi seperti ini, kehati-hatian adalah kunci. Ketidakpastian terlalu besar untuk diabaikan.”

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index