Pertambangan

Transformasi Digital di Industri Pertambangan: AI dan IoT Membuka Peluang Baru untuk Operator Seluler

Transformasi Digital di Industri Pertambangan: AI dan IoT Membuka Peluang Baru untuk Operator Seluler
Transformasi Digital di Industri Pertambangan: AI dan IoT Membuka Peluang Baru untuk Operator Seluler

JAKARTA - Industri pertambangan di Indonesia kini semakin terhubung dengan dunia digital berkat adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT). Operator telekomunikasi seluler yang sebelumnya fokus pada sektor komunikasi kini merambah sektor pertambangan, memberikan solusi berbasis teknologi yang dapat mengoptimalkan operasional, meningkatkan produktivitas, dan memastikan keselamatan kerja di lokasi tambang. Salah satu operator seluler yang aktif memperkenalkan teknologi ini adalah Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), yang baru-baru ini menggelar Indonesia AI Day for Mining Industry 2025 di Jakarta. Acara ini tidak hanya mempertemukan pelaku industri pertambangan dan pemangku kebijakan, tetapi juga memperkenalkan berbagai produk AI dan IoT yang dapat mendukung transformasi digital sektor pertambangan.

Di tengah acara yang dihadiri oleh ratusan peserta dari dalam dan luar negeri, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan P. Roeslani, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, serta Presiden Direktur IOH Vikram Sinha menjadi pembicara utama. Menurut Vikram Sinha, "Dengan adopsi teknologi AI dan IoT, sektor pertambangan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya, sekaligus mengurangi risiko yang ada di lapangan."

Teknologi AI dan IoT menawarkan berbagai aplikasi yang dapat mempermudah operasional pertambangan. AI memungkinkan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang umumnya memerlukan kecerdasan manusia, seperti pengenalan suara, wajah, dan bahkan analisis data yang kompleks. Salah satu contoh penerapan AI di sektor pertambangan adalah penggunaan kamera pemantau (CCTV) yang dilengkapi dengan analitik AI untuk memantau keselamatan pekerja. Teknologi ini dapat memeriksa apakah pekerja sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai, seperti helm, masker, rompi, dan sepatu. "AI ini akan sangat membantu mengurangi risiko-risiko yang berhubungan dengan pertambangan," ujar Muhammad Danny Buldansyah, Director and Chief Business Officer IOH.

Selain itu, teknologi ini juga dapat mengidentifikasi potensi pelanggaran keselamatan, seperti pekerja yang tidak menggunakan APD, serta memberikan laporan kepada pengawas secara otomatis. AI juga dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku berisiko, seperti pengemudi yang melebihi batas kecepatan atau merokok di area berbahaya. Dengan demikian, penerapan AI di industri pertambangan diharapkan dapat memperbaiki aspek keselamatan dan keamanan operasional.

Penerapan IoT, di sisi lain, memungkinkan perangkat fisik dan mesin untuk saling terhubung melalui internet, memudahkan pengelolaan dan pengawasan jarak jauh. Salah satu aplikasi IoT yang dipamerkan dalam acara tersebut adalah perimeter intrusion detection system yang berfungsi mendeteksi potensi kebakaran di area smelter. IoT juga memungkinkan pemantauan kondisi mesin dan peralatan tambang secara real-time, yang membantu dalam perawatan prediktif dan mengurangi downtime.

"AI dan IoT dapat mendorong efisiensi dalam operasional pertambangan, mempercepat proses eksplorasi tambang, dan meningkatkan produktivitas pekerja," tambah Vikram. Dalam hal ini, teknologi tidak hanya meningkatkan tingkat keamanan, tetapi juga berpotensi mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan dalam berbagai tahapan operasional pertambangan.

Menurut data dari Microsoft dan World Economic Forum yang dipaparkan dalam acara tersebut, penerapan AI di sektor pertambangan dapat mengurangi waktu dan biaya eksplorasi mineral hingga 20-30 persen. Teknologi ini diperkirakan dapat meningkatkan produktivitas sektor pertambangan dengan nilai sebesar 182 hingga 308 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp 3 hingga 5 kuadriliun. "Perusahaan yang tidak mengadopsi AI akan tertinggal dibandingkan dengan mereka yang melakukannya," kata Danny Buldansyah, menegaskan pentingnya transformasi digital di industri ini.

Transformasi digital di sektor pertambangan juga memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Vikram Sinha menyatakan bahwa sektor pertambangan telah menjadi salah satu kontributor utama terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dengan kontribusi sebesar 10,5 persen pada tahun 2023, atau sekitar Rp 2.198 triliun. "Pertambangan adalah pendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak bersuara," tambahnya. Dengan demikian, sektor ini berpotensi untuk terus berkembang dengan dukungan teknologi digital, yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saingnya di pasar global.

Namun, meskipun potensi besar, adopsi teknologi ini tidak tanpa tantangan. Infrastruktur yang terbatas, kesiapan sumber daya manusia (SDM), serta masalah keamanan siber menjadi beberapa kendala yang dihadapi oleh operator seluler dan perusahaan tambang. "Penerapan teknologi AI dan IoT membutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah, operator telekomunikasi, dan pelaku industri pertambangan," ujar Saki Hamsat Bramono, Vice President Communications and Social Responsibility Telkomsel. Telkomsel, yang juga turut merambah industri ini, menawarkan berbagai solusi berbasis jaringan privat 5G untuk sektor pertambangan.

Selain itu, Feby Sallyanto, Chief Enterprise Business Officer XLSmart, mengungkapkan bahwa implementasi solusi digital yang komprehensif dapat meningkatkan efisiensi operasional hingga 10-20 persen dalam jangka panjang. "Saat ini, lebih dari lima perusahaan besar di Indonesia telah memercayakan transformasi digital mereka kepada XLSmart," ujarnya, menambahkan bahwa operator seluler akan terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan perusahaan pertambangan.

Tantangan lain yang dihadapi adalah kurangnya tenaga ahli dalam bidang teknologi digital. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi kekurangan sekitar 3 juta talenta digital setiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah tengah merancang peta jalan untuk pengembangan AI di Indonesia, yang mencakup peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan pendidikan digital. "Kami sedang berdiskusi intens dengan berbagai pemangku kebijakan untuk membangun ekosistem AI yang inklusif," ujar Nezar.

Penerapan AI di sektor pertambangan diharapkan dapat mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 8 persen pada tahun 2029. Untuk itu, peran pemerintah sangat penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung dan memberikan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi digital.

Secara keseluruhan, meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi, adopsi AI dan IoT di industri pertambangan membuka peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan produktivitas. Teknologi ini tidak hanya akan memperkuat daya saing sektor pertambangan Indonesia, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Kami berharap sektor ini terus berkembang dan berkontribusi lebih besar pada PDB Indonesia melalui penerapan teknologi yang lebih maju," tutup Rosan P. Roeslani, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index