Minyak

Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi USD 65,29 per Barel per April 2025, Ini Penyebab Utamanya

Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi USD 65,29 per Barel per April 2025, Ini Penyebab Utamanya
Harga Minyak Mentah Indonesia Turun Jadi USD 65,29 per Barel per April 2025, Ini Penyebab Utamanya

JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) untuk April 2025 mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 176.K/MG.01/MEM.M/2025, harga ICP ditetapkan sebesar USD 65,29 per barel, turun USD 5,82 dibandingkan bulan Maret yang berada di level USD 71,11 per barel.

Penurunan harga ini menjadi perhatian besar tidak hanya bagi industri energi nasional, tetapi juga bagi kebijakan fiskal dan perdagangan Indonesia, mengingat sektor migas masih menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan negara.

Penurunan Sejalan dengan Tren Harga Minyak Dunia

Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa penurunan harga minyak mentah Indonesia mencerminkan situasi pasar global yang sedang tidak stabil. Salah satu penyebab utamanya adalah ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, yang kembali memanas melalui penerapan tarif-tarif baru.

“Turunnya harga minyak juga disebabkan penurunan tingkat pertumbuhan perekonomian, yang dilaporkan oleh International Monetary Fund (IMF),” jelas Tri Winarno.

Menurut data IMF pada laporan April 2025, proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini direvisi turun dari 3,3 persen menjadi 2,8 persen. Penurunan ekspektasi pertumbuhan ekonomi tersebut menciptakan tekanan terhadap permintaan minyak dunia, yang secara langsung mempengaruhi harga di pasar internasional, termasuk harga ICP Indonesia.

Revisi Permintaan Global dari OPEC Turut Tekan Harga

Dalam laporan terbarunya, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga menurunkan proyeksi permintaan minyak global. Permintaan pada 2025 yang sebelumnya diperkirakan mencapai 105,2 juta barel per hari (bph) direvisi menjadi 105,05 juta bph. Sementara itu, proyeksi permintaan pada tahun 2026 juga dikoreksi dari 106,63 juta bph menjadi 106,33 juta bph.

Tri Winarno menjelaskan bahwa koreksi ini utamanya disebabkan oleh melemahnya permintaan dari negara-negara OECD, China, dan India, tiga kawasan yang sebelumnya merupakan penyerap minyak terbesar dunia.

“Penurunan tertinggi berasal dari negara-negara The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), China, dan India,” katanya.

Koreksi proyeksi permintaan ini memicu respons dari para pelaku pasar, yang menyesuaikan harga jual di tengah kekhawatiran akan kelebihan suplai dan melambatnya permintaan.

Pasokan Global Naik, Tekan Harga Lebih Dalam

Selain faktor permintaan yang melemah, kenaikan suplai minyak global juga memperburuk tekanan harga. Menurut International Energy Agency (IEA), produksi minyak global pada Maret 2025 meningkat 590.000 bph secara month-on-month, mencapai total 103,6 juta bph.

Sementara itu, di Amerika Serikat, stok minyak mentah komersial pada akhir April 2025 tercatat meningkat sebesar 3,1 juta barel dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 442,9 juta barel. Peningkatan cadangan minyak ini memperkuat sinyal kelebihan suplai di pasar dan berkontribusi terhadap tekanan harga.

Asia Pasifik Tak Luput dari Dampak

Harga minyak di kawasan Asia Pasifik juga turut terkena imbas penurunan harga global. Salah satu indikator regional yang mencolok adalah turunnya crude run rate (tingkat pengolahan minyak mentah) di Taiwan, yang menurut laporan terkini menurun sebesar 30.000 bph, menjadi 785.000 bph atau 72 persen dari total kapasitas kilang.

Penurunan ini menunjukkan bahwa negara-negara di kawasan Asia sedang menyesuaikan operasi kilang mereka dengan kondisi pasar yang tidak menguntungkan, dan semakin mempertegas lemahnya permintaan energi di sektor hilir.

Perbandingan Harga Minyak Global April 2025 vs Maret 2025

Perkembangan harga minyak utama dunia pada April 2025 juga mencerminkan tren penurunan serupa dengan ICP Indonesia. Berikut data harga rata-rata minyak global:

Dated Brent: Turun USD 4,82 dari USD 72,60 menjadi USD 67,79 per barel

WTI (Nymex): Turun USD 4,98 dari USD 67,94 menjadi USD 62,96 per barel

Brent (ICE): Turun USD 5,01 dari USD 71,47 menjadi USD 66,46 per barel

Basket OPEC: Turun USD 4,76 dari USD 74,00 menjadi USD 69,24 per barel

ICP Indonesia: Turun USD 5,82 dari USD 71,11 menjadi USD 65,29 per barel

Data ini menunjukkan bahwa ICP Indonesia mengalami penurunan yang lebih tajam dibandingkan dengan sebagian besar patokan harga minyak dunia lainnya, mengindikasikan adanya faktor domestik tambahan atau perbedaan respons pasar terhadap minyak mentah Indonesia.

Dampak terhadap APBN dan Industri Energi

Penurunan harga minyak mentah Indonesia tentu akan berdampak pada pendapatan negara dari sektor migas, terutama jika tren ini berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), harga ICP menjadi salah satu parameter utama dalam proyeksi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan perhitungan subsidi energi.

Selain itu, perusahaan-perusahaan hulu migas juga perlu melakukan penyesuaian strategi. Proyek-proyek eksplorasi dan pengembangan yang sebelumnya layak secara ekonomi dengan asumsi harga di atas USD 70 per barel, mungkin kini harus dievaluasi ulang kelayakannya.

Namun di sisi lain, harga minyak yang lebih rendah bisa memberikan keuntungan bagi sektor hilir dan konsumen, terutama dalam bentuk potensi penurunan harga BBM di dalam negeri, jika pemerintah memutuskan menyesuaikan harga jual mengikuti tren pasar.

Outlook ke Depan: Masih Banyak Ketidakpastian

Melihat berbagai indikator global, pasar minyak saat ini masih dilingkupi ketidakpastian tinggi. Ketegangan geopolitik, kebijakan suku bunga di negara-negara maju, serta dinamika permintaan di pasar negara berkembang akan terus memengaruhi volatilitas harga.

Untuk itu, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif dan adaptif dalam menjaga stabilitas sektor energi nasional. Diversifikasi energi dan penguatan cadangan strategis menjadi salah satu langkah yang dapat dipertimbangkan untuk memitigasi dampak fluktuasi harga minyak di masa depan.

Penurunan harga ICP Indonesia pada April 2025 menjadi refleksi dari dinamika kompleks pasar energi global, yang dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi, kelebihan suplai, dan perubahan struktur permintaan. Pemerintah dan pelaku industri perlu terus memantau kondisi ini guna memastikan stabilitas energi dan ketahanan ekonomi nasional di tengah gejolak global yang belum mereda.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index