JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibanding rata-rata negara-negara ASEAN. Pernyataan ini disampaikan saat acara Kick Off Pekan Peningkatan Produktivitas secara online pada Senin, 10 November 2025.
Menurut Menaker, dalam enam hingga tujuh tahun terakhir, tingkat produktivitas nasional sekitar 10% lebih rendah daripada rata-rata kawasan. Rata-rata produktivitas tenaga kerja ASEAN tercatat sebesar 30,2 ribu dolar AS per pekerja, sedangkan Indonesia baru mencapai sekitar 28,6 ribu dolar AS per pekerja.
Yassierli menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan tantangan serius yang harus segera diatasi. Produktivitas yang rendah berdampak langsung pada daya saing industri nasional di pasar internasional.
Profil Angkatan Kerja dan Tantangan Produktivitas
Jumlah total angkatan kerja Indonesia saat ini mencapai 153 juta orang. Mayoritas pekerja memiliki latar belakang pendidikan tingkat dasar dan menengah.
Dari total angkatan kerja tersebut, sekitar 39% bekerja di sektor formal, 56% di sektor informal, dan 4% tercatat sebagai pengangguran. Kondisi ini menunjukkan perlunya intervensi strategis agar produktivitas meningkat secara signifikan.
Menaker menekankan bahwa tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan pengalaman terbatas perlu dibekali keterampilan yang relevan. Tanpa peningkatan kompetensi, produktivitas nasional akan terus tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya.
Peningkatan produktivitas tidak hanya soal jumlah pekerja, tetapi kualitas dan kemampuan mereka menghasilkan nilai tambah. Hal ini menjadi kunci untuk memperkuat daya saing industri nasional di era globalisasi.
Strategi 4P untuk Meningkatkan Produktivitas
Pemerintah menekankan intervensi melalui konsep 4P: people, product, process, dan policy. Keempat aspek ini dinilai krusial untuk mempercepat peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia.
People fokus pada peningkatan kompetensi dan keterampilan pekerja agar mampu memberikan nilai tambah lebih tinggi. Product mengacu pada inovasi dan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja.
Process menekankan efisiensi operasional dan penggunaan teknologi yang tepat di lingkungan kerja. Policy berperan dalam menciptakan regulasi yang mendukung produktivitas, termasuk insentif untuk pelatihan dan peningkatan kualitas SDM.
Menaker menegaskan, “Kita bisa meningkatkan produktivitas ini dengan satu komitmen, satu tekad, satu semangat yang sama bahwa tenaga kerja kita harus mampu memberikan value lebih dari saat ini.” Komitmen bersama antara pemerintah, perusahaan, dan pekerja menjadi fondasi untuk keberhasilan strategi ini.
Bonus Demografi dan Pentingnya Kualitas SDM
Indonesia saat ini sedang memasuki masa bonus demografi, dengan jumlah angkatan kerja yang besar. Menaker menekankan bahwa bonus demografi tidak hanya soal kuantitas, tetapi kualitas sumber daya manusia yang mampu menghasilkan nilai ekonomi tinggi.
“Kita berharap bonus demografi ini terkait dengan angkatan kerja berkualitas, yang mampu menciptakan produktivitas lebih besar,” jelas Yassierli. Tenaga kerja yang kompeten akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional.
Pemerintah mendorong perusahaan untuk mengoptimalkan potensi bonus demografi melalui pelatihan, pengembangan kompetensi, dan inovasi di tempat kerja. Investasi pada SDM berkualitas akan berdampak jangka panjang pada produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
Selain itu, teknologi dan otomatisasi perlu diintegrasikan secara tepat agar tidak menurunkan produktivitas. Pendekatan ini membantu pekerja meningkatkan efisiensi dan memaksimalkan nilai ekonomi dari setiap output kerja.
Dengan strategi yang tepat, produktivitas tenaga kerja Indonesia diharapkan bisa mendekati rata-rata ASEAN dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini sekaligus mendukung Indonesia menghadapi tantangan global dan meningkatkan daya saing industri nasional.